Selasa, 12 Februari 2019

pertumbuhan ilmu pengetahuan masa Umayah dengan masa Abbasiyah

⃔⬈↭⬉⃕
⇱Pendidikan Agama Islam


  1. PENGETAHUAN SAMPAI MASA ABBASYIYAH
  2.  Sejarah Pertumbuhan ilmu Pengetahuan sebelum masa Abbasiyah Sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan dikalangan kaum muslimin, dimulai sejak masa Rasulullah S.A.W karena beliau mewajibkan umat islam untuk menuntut ilmu, baik itu ilmu yang berhubungan dengan agama maupun ilmu yang berhubungan dengan pengetahuan umum. Dengan diwajibkannya menuntut ilmu itulah kemudian lahirlah ulama-ulama, antara lain: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Setelah Rasulullah wafat, perkembangan ilmu pengetahuan berkembang kenegara- negara lain, mulai dari semenanjung Arab, Eropa, bahkan sampai ke Cina. Daulah islamiyah yang telah berjasa mengembangkan islam dimulai pada masa Umayyah dan mencapai puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah (750M- 1258M). Pusat perkembangan ditimur adalah dikota Bagdad yaitu di negeri Irak dan berpusat di Kordoba yaitu negeri Spanyol. Sebagai tanda kejayaan umat islam, mendirikan perpustakaan terbesar didunia yaitu Baitul Hikmah tahun 830 M. Sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan sblm masa abbasiyah Sejarah singkat bani abbasyiyah Perkembangan islam pada masa bani abbasyiyah Kronologi kekhalifahan bani abbasyiyah Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di masa bani abbasyiyah
  3. 3. A. SEJARAH SINGKAT BANI ABBASIYYAH Daulah Bani Abbasiyyah berkuasa selama 5 abad yaitu mulai tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M, menggantikan Daulah Bani Umayyah yang telah berkuasa selama 92 tahun (40 – 132 H / 660 – 750M). Dinamakan bani Abbasiyyah, karena para pendiri dan kholifahnya merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul Mutholib (paman Nabi Muhammad S.A.W.) Kholifah yang pertama kali menduduki jabatan adalah Abdul Abbas Asy Syafah yang berkuasa pada tahun 132 – 136 H / 750 – 753 M yang kemudian diikuti oleh kholifah-kholifah yang lain silih berganti sebanyak 37 kholifah. Selama berkuasa Daulah bani Abbasiyyah mengalami masa kejayannya, mulai dari berdirinya hingga sampai pada masa pemerintahan kholifah Alt Watsik Billah tahun 232 H / 879 M. Diantara kholifah yang besar adalah Abu Abbas Asy Sofa, Abu Jafar al Mansyur, Harun ar-Rasyid, Al Makmum, Al Mu’tazim dan Al Watsik. Mereka adalah para kholifah yang telah menghantarkan ke puncak masa kejayaan dan keemasan daulah bani Abbasiyyah. Setelah itu hampir tidak ada kholifah yang besar lagi, ini dikarenakan mereka lebih banyak disibukkan dengan hal duniawi dan saling berebut kekuasaan. Kholifah yang terakhir adalah Al Mu’tazim yang berkuasa pada tahun 124 H / 1258 M dan mati terbunuh oleh pasukan Mongol pimpinan Hulogu Khan (cucu dari Jengis Khan). Sesudah al watsik masih ada lagi 28 kholifah yang memerintah
  4. 4. maka kekuasaanpun pindah ke tangan bani Abbasiyyah, sehingga wilayahnya meliputi : Afrika Utara, Mesir, Tripoli dan sekitarnya juga negaa-negara yang berbeda di Asia Tengah sepeti Turki, Siberika, Romawi Timur, Persia, Irak, Yaman, Palestina, Afghanistan dan sebagian India dengan Ibukotanya Bagdad. Daulah bani Abbasiyyah mengambil pusat kegiatannya dikota Bagdad dan sekaligus dijadikan sebagai ibu kota negara. Dari sinilah segala kegiatan baik politik, sosial, ekonomi, keuangan, kekuasaan, pengetahuan, kebudayaan dan lain-lain dijalankan. Kota Baghdad dijadikan sebagai kota pintu terbuka, artinya siapapun boleh memasuki dan tinggal di kota tersebut, sehingga semua bangsa yang menganut berbagai agama dan keyakinan diijinkan bermukim didalamnya, dengan begitu Baghdad menjadi kota interenasional yang sangat ramai dan didalamnya berkumpul berbagai unsur : Arab, Turki, Persia, Romawi. Qibthi dan sebagainya. Sehingga bisa diketakan, bahwa pada masa pemerintahan Bani Abbasiyyah upaya perluasan daerah kurang begitu diperhatikan akan tetapi dibidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan terjadi kemajuan yang begitu spektakuler, hal ini ditandai dengan munculnya para ilmuwan/cendekiawan dan ulama yang terkenal seperti halnya Ibnu Sina Al Gozali –Al Farabi, Imam Syafii, Hanafi, Hambali, Imam Maliki, Ibnu Rusydi kholifah yang telah membawa kemajuan bani Abbasiyyah dan lain-lain.
  5. 5. B. Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyyah Pada masa Daulah Abbasiyyah kehidupan peradaban Islam sangat maju, sehingga pada masa itu dikatakan sebagai jaman keemasan Islam, karena kaum muslim sudah sampai pada puncak kemuliaan, baik kekayaan, bidang kekuasaan, politik, ekonomi dan keuangan lebih lagi dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan umum mengalami kemajuan yang sangat pesat. • Berbagai Ilmu Telah Lahir, Hal Ini Dikarenakan Antara Lain : 1. Penerjemahan buku berbahasa asing 2. Penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh kaum muslimin itu sendiri. • Pengetahuan Umum Atau Agama Berkembang Sangat Tinggi. Sebagai Bukti Antara Lain : 1. Didirikanlah Baitul Hikmah sebagai pusat penterjemahan, peneliti dan pengkajian ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. 2. Didirikan “Majelis Munazarot” yaitu suatu tempat berkumpulnya para sarjana muslim, untuk membahas ilmu pengetahuan, para sarjana muslim untuk membahas ilmu pengetahuan, para sajarna muslim diberi kebebasan berfikir dari ilmu pengetahuan tersebut. 3. Dibentuk Korps Ulama yang anggotanya terdiri dari berbagai negara dan berbagai agama yang bertugas menterjemahkan, membahas dan menyusun sisa-sisa kebudayaan
  6. 6. sehingga pada masa itu muncullah tokoh-tokoh muslim yang menyebarluaskan agama Islam dan menghasilkan karya-karya yang besar antara lain : a. Imam Abu Hanifah ( 700 – 767 M ). Imam Malik ( 713 – 765 M ) Imam Syafii ( 767 – 820 M ) Imam Ahmad bin Hanibal ( 780 – 857 M ). b. Imam Sibawaih, is bin Umar as Saqofi sebagai tokoh bahasa Arab, Nahwu shorof Balaghoh dan lain-lain. Imam bukhori dengan hasil karyanya shoheh Bukhari. Imam Muslim dengan hasil karyanya shoheh muslimnya Imam Abu dawud dengan hasil karyanya Sunan Abu Dawudnya. Imam bin Majah dengan hasil karyanya Sunan ibnu majahnya Imam Tirmidhi dengan hasil karyanya sunan Tirmidhinya c. Rabi’ah al Adawiyah ahli tasawuf dengan ajarannya mahabbah. d. Abu Hamid Muhammad bin Ahmad Ghozali dengan hasil karyanya ihya ulumudin
  7. 7. C.KRONOLOGI KEKHALIFAHAN BANI ABBASIYAH 1. Abu Al-Abbas al-Safah menjadi khalifah pertama Bani Abbasiyah. • Abu al-'Abbas merupakan pemimpin salah satu cabang Bani Hashim, yang menisbatkan nasabnya kepada Hasyim, buyut NabiMuhammad, melalui Al-abbas, paman Nabi SAW. Bani Hasyim mendapat dukungan besar dari golongan Syi’ah yang berpikir bahwa keluarganya, yang telah diturunkan dari Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Thalib, akan menurunkan pemimpin besar lainnya atau Mahdi yang akan membebaskan Islam. Kebijakan tanggung-tanggung penguasa terakhir Umayyah untuk mentoleransi Muslim non-Arab dan Syi’ah telah gagal memadamkan kerusuhan antara minoritas-minoritas itu.
  8. 8. 2. Harun Ar-rasyid Menjadi Khalifah • Harun Ar-Rasyid bernama lengkap Abu Ja’far bin Al-Mahdi bin Al-Mansyur Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas. Ia lahir di Rayy pada 766 M. Ia adalah khlifah kelima dari kekhalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah khalifah yang keempat. Ibunya Jurasiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
  9. 9. 3. KAIDAH KEILMUAN MULAI TERBENTUK. AL JABAR DI CIPTAKAN OLEH AL KHAWARIZMI Kitab I - Aljabar Al-Kitāb al-mukhtaṣar fī ḥisāb al-jabr wa-l-muqābala atau Kitab yang Merangkum Perhitungan Pelengkapan dan Penyeimbangan adalah buku matematika yang ditulis pada tahun 830. Kitab ini merangkum definisi aljabar. Dalam kitab tersebut diberikan penyelesaian persamaan linear dan kuadrat dengan menyederhanakan persamaan menjadi salah satu dari enam bentuk standar (di sini b dan c adalah bilangan bulat positif) kuadrat sama dengan akar (ax2 = bx) kuadrat sama dengan bilangan konstanta (ax2 = c) akar sama dengan konstanta (bx = c) kuadrat dan akar sama dengan konstanta (ax2 + bx = c) kuadrat dan konstanta sama dengan akar (ax2 + c = bx) konstanta dan akar sama dengan kuadrat (bx + c = ax2) dengan membagi koefisien dari kuadrat dan menggunakan dua operasi: al-jabr ( ) atau pemulihan atau pelengkapan) dan al-muqābala (penyetimbangan). Al-jabr adalah proses memindahkan unit negatif, akar dan kuadrat dari notasi dengan menggunakan nilai yang sama di kedua sisi. Contohnya, x2 = 40x - 4x2 disederhanakan menjadi 5x2 = 40x. Al-muqābala adalah proses memberikan kuantitas dari tipe yang sama ke sisi notasi. Contohnya, x2 + 14 = x + 5 disederhanakan ke x2 + 9 = x. Beberapa pengarang telah menerbitkan tulisan dengan nama Kitāb al-ǧabr wa-l- muqābala, termasuk Abū Ḥanīfa al-Dīnawarī, Abū Kāmil (Rasāla fi al-ǧabr wa-al- muqābala), Abū Muḥammad al-‘Adlī, Abū Yūsuf al-Miṣṣīṣī, Ibnu Turk, Sind bin ‘Alī, Sahl bin Bišr, dan Šarafaddīn al-Ṭūsī.
  10. 10. Perang Salib Para Raja, adalah sebuah perang yang dikobarkan para pemimpin Eropa untuk mendapatkan kembali Tanah Suci dari tangan Shalahudin Al-Ayyubi dalam rangkaian Perang Salib. Setelah Perang Salib Kedua, dinasti Zengid yang berhasil mengontrol Suriah terlibat dalam konflik dengan Mesir pimpinan dinasti Fatimiyah, yang berakhir dengan bersatunya Mesir dan Suriah di bawah pimpinan Shalahudin Al-Ayyubi. Shalahudin Al-Ayyubi kemudian menggunakan kekuatannya untuk menaklukan Yerusalem pada tahun 1187. Serangan salib ketiga ini dipimpin oleh tokoh-tokoh Eropa yang paling terkenal: Friedrich I Barbarosa dari Jerman, Richard I Lionheart dari Inggris dan Phillip II dari Perancis. Namun di antara mereka ini sendiri terjadi perselisihan dan persaingan yang tidak sehat, sehingga Friedrich mati tenggelam, Salahuddin berhasil di potong kepalanya oleh Richard I Kegagalan dari Perang Salib Ketiga lalu mengarah pada panggilan untuk Perang Salib Keempat enam tahun setelah Perang Salib Ketiga berakhir pada 1192.
  11. 11. D. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN DI MASA BANI ABBASYIYAH 1. Kemajuan yang dicapai pada masa kejayaan islam dibuktikan dengan perkembangan ilmu – ilmu sebagai berikut : A. Perkembangan ilmu pengetahuan • Ilmu Tafsir Yaitu ilmu yang menjelaskan tentang makna atau kandungan ayat Al- Qur’an, sebab – sebab turunnya ayat / asbabun nuzulnya, hukumnya, dll. • Ilmu Hadits Yaitu ilmu yang mempelajari tentang hadits dari sanat, parawinya, isi, dll. • Ilmu Fiqih Yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum – hukum islam (segala sesuatu yang diwajibkan, dimakruhkan, dibolehkan, dan yang diharamkan oleh agama islam). • Ilmu Tasawuf Yaitu ilmu yang mengajarkan cara – cara membersihkan hati, pikiran dan ucapan dari sifat yang tercela, sehingga tumbuh rasa taqwa dan dekat kepada Allah. Untuk dapat mencapai kebahagiaan abadi (bersih lahir dan batin).
  12. 12. • Filsafat Islam Yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakekat segala sesuatu yang ada, sebab asal hukumnya atau ketentuan – ketentuannya berdasarkan Al- Qur’an dan hadits. Manfaat filsafat islam adalah untuk menemukan hakekat segala sesuatu sebagai ciptaan Allah dan merupakan bukti kebesaranNya. A. Al-Kindi (185 – 252 H / 805 – 873 M) B. Al-Farabi (180 – 260 H / 780 – 863 M)
  13. 13. C. Ibnu Sina (Abdullah Bin Sina) (370 – 480 H / 980 – 1060 M) Di Eropa dikenal dengan nama Avicena. Beliau seorang filosof yang terkenal dengan idenya mengenai faham serba wujud atau “Wahdatul wujud”, juga ahli fisika dan ahli jiwa. Karangan ibnu sina lebih dari dua ratus buku,yang terkenal antara lain : a. ASY SYIFA b. AL-QONUN atau CANON OF MEDICINE. D. Ibnu rusyd Dilahirkan di cardova pada tahun 250 H / 1126 M dan meninggal tahun 675 H / 1198 M.
  14. 14. • Kedokteran Pada masa daulah bani abbasiyyah kedokteran mengalami perkembangan dan kemajuan, pada pemerintahan harun ar rasyid dan khalifah – khalifah besar sesudahnya, banyak mendirikan sekolah – sekolah tinggi kedokteran, sehingga banyak mencetak sarjana kedokteran. Diantara dokter – dokter muslim tersebut yang terkenal antara lain : a. Hunain ibnu iskak, lahir pada tahun 809 M dan meninggal pada tahun 874 M, beliau adalah dokter spesialis mata. b. Ibnu sina. • Astronomi adalah ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan, bintang – bintang dan planet – planet yang lain. Tokoh – tokohnya antara lain : a. Abu mansur al falaqi b. Jabir al batani, beliau pencipta alat teropong bintang yang pertama
  15. 15. • Matematika Para tokohnya antara lain : a. Al-khawarizmi (194 – 266 H) Beliau telah menyusun buku aljabar, dan yang menemukan angka nol. b. Umar khayam Buku karyanya adalah Treatise On Algebra. • Sejarah Sejarah ialah ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa lampau yang meliputi waktu dan tempat peristiwa itu terjadi, pelakunya, peristiwanya dan disusun secara sistematis. Tokoh sejarah antara lain : a. Ibnu qutaibah (828 – 889 M) dengan hasil karyanya uyun al akhbar yang berisi sejarah politik negeri – negeri islam. b. At thobari (839 – 923 M) menulis tentang sejarah para rasul dan raja – raja. c. Ibnu khaldun (1332 – 1406 M) hasil karyanya al-ihbar banyaknya 7 jilid dan setiap jilidnya berisi 500 halaman.
  16. 16. 2. Perkembangan kebudayaan Pada masa abbasiyyah terdapat berbagai macam kebudayaan antara lain kebudayaan persia, arab, yunani dan hindia. Yang menyebabkan dinasti abbasiyyah memiliki beragam kebudayaan, yaitu : A. Warga negara yang berasal dari berbagai bangsa B. Pergaulan yang intim dan perkawinan campuran C. Kebutuhan akan ilmu pengetahuan yang menyebabkan keinginan untuk berkembang dan menciptakan sesuatu yang baru D. Pindahnya ibu kota negara ke bangdad E. Adanya hubungan perdagangan dengan orang – orang yang berasal dari luar bangdad

Makanan Halal & Haram

⃔⬈↭⬉⃕
⇱Pendidikan Agama Islam

Seperti telah diuraikan sebelumnya, Allah melalui Alquran memerintahkan manusia untuk makan makanan yang halal dan baik (ṭayyib). Perintah tersebut mengisyaratkan bahwa makanan yang baik adalah yang memenuhi dua kriteria ini. Makanan yang halal dan baik dipastikan memberi manfaat bagi yang mengonsumsinya. Kriteria baik (ṭayyib) tersebut meliputi banyak faktor, di antaranya nilai gizi makanan, kecukupan gizi, serta keamanan makanan. Untuk memahami kriteria ini diperlukan ilmu pengetahuan, baik ilmu pangan maupun ilmu kesehatan. Adapun kriteria halal dan juga antonimnya yakni haram, Allah-Iah yang menentukannya. Ketentuan itu tertulis dengan jelas dalam Alquran dan hadis Rasulullah. Pada hakikatnya, semua makanan karunia Allah di bumi ini adalah halal, kecuali yang dilarang. Makanan yang dilarang atau haram inilah yang harus dipahami selanjutnya.
MAKANAN YANG DIHARAMKAN
Haram menurut Alquran dan Hadis
Pada dasarnya segala sesuatu yang ada di bumi ini dihukumi halal berdasarkan pada pemahaman terhadap Surah al-Baqarah/2: 29,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ۝

Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 29)
Ayat ini mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu di bumi untuk manusia. Informasi ini sekaligus merupakan isyarat bahwa apa saja yang diciptakan itu merupakan sesuatu yang boleh dimanfaatkan oleh manusia. Termasuk dalam hal ini adalah kebolehan mengonsumsi sesuatu yang memang layak untuk dimakan. Ayat yang senada dengan petunjuk Allah di atas dapat dijumpai pada Surah al-Jāṡṡiyah/45: 13,

وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِّنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ۝

Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. (Alquran, Surah al-Jāṡṡiyah /45: 13)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menundukkan semua makhluk ciptaan-Nya, baik yang ada di langit maupun bumi untuk dipergunakan dan dimanfaatkan oleh manusia yang diberi tugas sebagai khalifah di bumi. Semua ciptaan dan kebolehan dalam memanfaatkannya merupakan rahmat yang memang dianugerahkan kepada manusia sebagai mahluk-Nya yang terunggul.
Di antara bentuk pemanfaatan terhadap apa yang ada di langit dan di bumi adalah kebolehan untuk mengonsumsi makanan. Tentunya hal ini bila berkaitan dengan makanan dan minuman yang memang layak untuk dikonsumsi. Adapun yang berkaitan dengan ciptaan lain, seperti air, udara, mineral, dan panas matahari, maka pemanfaatan itu terkait dengan penggunaannya bagi kepentingan manusia dalam melaksanakan tugas-tugas kekhalifahannya.
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa sesungguhnya semua makanan yang disediakan Allah itu, sebelum datangnya ketentuan dari Allah, pada dasarnya dihukumi halal. Manusia sendiri yang kemudian tersesat sehingga berinisiatif menetapkan sebagiannya halal dan sebagian yang lain haram. Allah menginformasikan hal tersebut dalam Surah Yūnus/10: 59,

قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا أَنزَلَ اللَّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ ۖ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ۝

Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.” Katakanlah, “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah?” (Alquran, Surah Yūnus/10: 59)
Ayat ini berisi kritikan Allah terhadap kaum musyrik yang mengingkari kebenaran wahyu dan kerasulan Nabi Muhammad. Di antara yang mereka ingkari adalah yang berkaitan dengan rezeki karunia Allah. Semua yang ada merupakan ciptaan-Nya. Demikian pula yang terkait dengan rezeki yang menjadi sumber kehidupan mereka, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan. Allah saja yang berhak menetapkan halal dan haramnya rezeki itu, bukan manusia yang hanya diposisikan sebagi pemanfaatnya. Sebagian dari mereka menetapkan kehalalan atau keharaman suatu makanan berdasarkan keinginan semata, tanpa didukung oleh dalil yang sah. Dengan berbuat demikian mereka dapat dianggap telah melakukan kezaliman terhadap hak Allah.
Ketetapan Allah bahwa semua makanan yang ada di muka bumi pada dasarnya dihukumi halal dapat pula dipahami dari ayat yang berbicara tentang Bani Israil, yaitu Surah Āli ‘Imrān/3: 93,

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَىٰ نَفْسِهِ مِن قَبْلِ أَن تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ ۗ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ۝

Semua makanan itu halal bagi Bani lsrail, kecuali makanan yang diharamkan oleh lsrail (Yakub) atas dirinya sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah (Muhammad), “Maka bawalah Taurat lalu bacalah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Alquran, Surah Āli ‘Imrān/3: 93)
Ayat ini menerangkan bahwa semua makanan itu dihalalkan bagi Bani Israil dan juga bagi para nabi dan umat sebelumnya. Namun demikian, dalam kisahnya, Nabi Yakub, yang digelari Israil, ternyata telah mengharamkan beberapa makanan untuk dirinya sendiri. Pengharaman ini disebabkan oleh penyakit yang dideritanya dan mengharuskan beliau untuk menghindarinya. Apabila ia memaksakan diri untuk memakannya maka ia yakin penyakitnya akan semakin parah. Di antaranya makanan yang dipantang Nabi Yakub adalah daging unta.
Pantangan yang disebabkan penyakit ini ternyata dianggap oleh sebagian Bani Israil sebagai ketetapan syariat sehingga mereka ikut mengharamkannya. Perilaku demikian, yaitu mengharamkan sesuatu yang sesungguhnya dihalalkan, dinilai sebagai salah satu bentuk kezaliman atau pelanggaran. Karena sebab ini mereka mendapat hukuman tidak boleh mengonsumsi makanan tertentu, yang sebelumnya merupakan sesuatu yang halal. Penjelasan demikian dapat ditemukan pada Surah an-Nisā’/4: 160,

فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا۝

Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan. (Alquran, Surah an-Nisā’/4: 160)
Kezaliman pada ayat ini ditafsirkan sebagai upaya mereka mengharamkan makanan yang sesungguhnya dihalalkan. Disebut kezaliman karena hanya Allah yang mempunyai otoritas dalam penetapan syariat, bukan manusia. Karena kaum Yahudi telah melakukan pelanggaran ini, maka kemudian mereka dihukum dengan datangnya firman Tuhan yang mengharamkan atas mereka beberapa jenis makanan yang sebelumnya halal. Makanan apa saja yang diharamkan diharamkan bagi mereka dapat kita jumpai penjelasannya dalam Surah al-An‘ām/6: 146,

وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ ۖ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ۚ ذَٰلِكَ جَزَيْنَاهُم بِبَغْيِهِمْ ۖ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ۝

Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar. (Alquran, Surah al-An‘ām/6: 146)
Ayat ini menjelaskan adanya beberapa jenis binatang dan makanan yang diharamkan bagi orang Yahudi, yaitu binatang yang berkuku, yakni binatang-binatang yang jari-jarinya tidak terpisah antara satu dengan yang lain, seperti unta, itik, angsa, dan lainlain. Sebagian mufasir mengartikan żī ẓufur dengan hewan yang berkuku satu, seperti kuda, keledai, dan lain-lain. Pengharaman ini adalah sebagai akibat kedurhakaan mereka, yaitu mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah.
Mengharamkan sesuatu, termasuk makanan, harus berdasarkan ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya, yakni melalui Alquran dan Sunah. Selanjutnya perlu juga dipahami bahwa pengharaman suatu makanan oleh Allah dan rasul-Nya sudah tentu didasarkan pada kepentingan dan kondisi manusia itu sendiri. Yang demikian ini karena ada beberapa makanan yang dapat berdampak negatif terhadap jasmani maupun rohani mereka. Makanan-makanan yang diharamkan menurut ketetapan syariat dapat ditemukan dalam berbagai ayat, di antaranya Surah al-An‘ām/6: 145,

قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝

Katakanlah,”Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi-karena semua itu kotoratau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. (Alquran, Surah al-An‘ām/6: 145)
Ayat ini menjelaskan perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk mengritik sikap orang-orang musyrik yang tidak benar tentang makanan. Pada saat itu mereka sering menetapkan kehalalan atau keharaman makanan berdasarkan keinginan sendiri, sesuatu yang mestinya merupakan hak prerogatif Tuhan. Dalam ayat ini Rasulullah diminta untuk menyampaikan, sesuai dengan wahyu yang diterimanya, bahwa makanan yang diharamkan itu terdiri dari empat macam, yaitu:
  1. Hewan mati (bangkai), yakni hewan yang tidak disembelih sesuai dengan aturan syariat, misalnya hewan yang mati karena sakit, tercekik, terpukul, terjatuh, dan sebagainya.
  2. Darah yang mengalir, atau yang keluar dari tubuh hewan yang disembelih, atau karena luka, dan lain sebagainya.
  3. Daging babi, demikian pula semua bagian tubuhnya, seperti bulu, kulit, tulang, susu, dan lemak.
  4. Binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, seperti yang disembelih dengan menyebut nama berhala atau yang dipersembahkan kepada selain Allah.
Bangkai Kambing
Ayat senada yang juga menjelaskan perihal makanan-makanan yang diharamkan adalah firman Allah dalam Surah al-Mā’idah/5: 3,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembeIih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 3)
Ayat ini menerangkan hewan apa saja yang diharamkan untuk dikonsumsi. Ditilik secara saksama, sesungguhnya yang disebut pada ayat ini adalah unsur-unsur yang telah dipaparkan pada ayat sebelumnya. Dengan demikian, tuntunan agama ini telah sedemikian jelas dan terinci menerangkan jenis-jenis makanan, terutama yang berasal dari hewan yang diharamkan.
Selain tuntunan Alquran, sumber lain yang dijadikan rujukan untuk menetapkan keharaman makanan adalah sabda-sabda Rasulullah. Melalui beberapa hadisnya beliau menginformasikan jenis makanan apa saja yang diharamkan untuk dikonsumsi umat Islam. Di antara hadis itu adalah,
Nabi melarang (umatnya) mengonsumsi daging keledai piaraan, tepat ketika Perang Khaibar terjadi. (Riwayat al-Bukhāri dari Ibnu ‘Umar)
Secara eksplisit hadis ini menerangkan keharaman mengonsumsi daging keledai piaraan. Bisa jadi pengharaman ini disebabkan fungsi hewan ini sebagai alat transportasi penting yang dapat dimanfaatkan manusia dalam segala aktivitasnya. Mengingat hal ini, tidaklah lazim bila hewan yang demikian berjasa dalam membantu kegiatan manusia, kemudian disembelih untuk dimakan. Hadis lain yang juga berisi keterangan tentang makanan-makanan yang diharamkan adalah,
Nabi melarang (umatnya) mengonsumsi daging binatang buas jenis apa pun yang memiliki taring, demikian pula burung-burung yang memiliki cakar tajam. (Riwayat Muslim dari Ibnu ‘Abbās)
Hadis ini menjelaskan bahwa semua binatang buas yang bertaring dan burung yang memiliki cakar adalah beberapa dari makanan-makanan yang diharamkan. Pengharaman ini didasarkan pada kenyataan bahwa kedua jenis hewan ini adalah pemakan daging yang mungkin juga bangkai.

  • Sebab Diharamkannya Makanan Tertentu
Tuntunan Alquran sangat lengkap. Bila Alquran menganjurkan atau melarang sesuatu pasti diterangkan pula sebab dan akibatnya. Demikian halnya ketika ada di antara ayat-ayatnya memberi informasi tentang larangan atau pengharaman makanan tertentu. Hal demikian dimaksudkan agar petunjuk yang terkandung dalam ayat-ayatnya dapat dipahami secara tuntas. Tanpa penjelasan tentang alasan pengharaman dan akibat yang dapat terjadi bagi yang melanggar larangan itu, tentu informasi yang dikandungnya masih menyisakan pertanyaan dari pembacanya.
Kita ambil contoh makanan-makanan yang disebut pada ayat-ayat di atas. Allah menjelaskan keharaman bangkai hewan yang mati dengan sendirinya. Hewan mati bisa biasanya disebabkan oleh suatu penyakit. Kenyataan ini sudah menjadi alasan kuat mengapa ia diharamkan, bahwa hewan yang mati akibat penyakit tentu saja akan membahayakan siapa pun yang mengonsumsinya. Bukan tidak mungkin penyakit itu akan menulari pemakannya. Ayam yang mati akibat flu burung, misalnya, dapat menularkan penyakit kepada ayam yang lain bahkan kepada manusia yang memakannya.
Daging babi diharamkan sebab berbagai alasan. Beberapa ahli menyebutkan bahwa hewan ini jorok dan suka memakan kotoran, suatu barang yang najis. Keadaan ini pasti berpengaruh pada kesehatan daging dan unsur-unsur lain yang ada padanya. Bila kesehatannya saja diragukan maka dagingnya pun diragukan kebaikannya. Karena itu, mengonsumsi babi pasti hanya akan mendatangkan dampak negatif. Alasan yang demikian ini membuat pengharaman babi menjadi sesuatu yang logis. Dalam Tafsīr al-Marāgi disebutkan bahwa karena jorok dan menyukai makanan dan tempat yang kotor, maka wajar bila babi diharamkan.
Sejalan dengan keterangan di atas, M. Quraish Shihab, mengutip dari buku Tarīm al-Khinzīr fī al-Islām karya Fārūq Musāhil, menjelaskan bahwa pengharaman babi bisa juga dikarenakan hewan ini mengandung sekian banyak jenis kuman dan cacing yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Selain itu, lemak babi mengandung asam lemak jenuh di antaranya trigliserida yang berbahaya bagi kesehatan. Kandungan kolesterol pada babi sangat tinggi, dapat mencapai 15 kali lipat dari yang terkandung dalam daging sapi. Demikian analisis yang dikemukakan para ahli dalam memaparkan kandungan berbahaya pada daging babi dan unsur-unsur lain yang terkait.
Daging Babi
Sementara itu, keharaman daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah atau disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala sangat terkait dengan masalah tauhid. Islam dibangun di atas pondasi tauhid sehingga semua aktivitas kehidupan mesti dilandaskan pada pondasi ini. Demikian halnya dalam soal penyembelihan hewan yang diperuntukkan sebagai bahan makanan. Bila hewan disembelih atas nama selain Allah maka hal ini akan mencederai ajaran tauhid. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sejatinya pengharaman hewan yang disembelih atas nama selain Allah adalah dalam rangka memurnikan tauhid.
Adapun pengharaman hewan-hewan yang mati tercekik, terjatuh, tertanduk oleh binatang lain, mati karena terpukul, dan sebagainya, alasan pengharamannya dapat disamakan dengan hewan yang mati dengan sendirinya atau bangkai. Ini wajar karena hewan itu telah mati akibat peristiwa yang menimpanya. Setelah mati metabolisme pada hewan akan terhenti, yang itu menyebabkan bangkitnya berbagai kuman penyakit yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, pengharamannya menjadi sesuatu yang logis dan dapat diterima oleh nalar. Namun demikian, seandainya ada hewan sehat mati terpukul, darah dimasak hingga bebas bakteri, atau babi dijaga kebersihan makanan dan tempat hidupnya, maka itu semua tetaplah haram. Perlu pula dipahami bahwa pengharaman makanan bagi umat Islam ditujukan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Ini berbeda dari pengharaman beberapa makanan atas orang Yahudi, di mana pengharaman itu merupakan suatu bentuk hukuman dari Allah atas kelancangan mereka (lihat Surah al-An‘ām/6: 146).
  • Makanan Haram di Masyarakat
Masyarakat Indonesia sangat plural, di mana umat Islam yang jumlahnya mayoritas (Iebih dari 80%) hidup berdampingan dengan umat beragama lain, seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Karena itulah di masyarakat atau di pasaran kita dapat dengan mudah menemukan makanan umat-umat lain yang haram menurut syariat Islam. Untuk itu umat Islam mesti memilih makanan yang halal, yang sejalan dengan syariat agama mereka. Beberapa makanan berikut dihukumi haram dan wajib dihindari.

  • Campuran Daging Babi
Daging Babi
Daging babi yang dijajakan di pasar atau supermarket cukup mudah dibedakan dari daging sapi atau kambing. Dengan memperhatikan kemasannya saja kita sudah bisa mendapat informasi daging apa yang ada di dalamnya. Mencampur daging babi dengan daging sapi atau kambing agak jarang terjadi. Pembeli juga mudah membedakannya dari aspek warna dan tekstur daging.
Keadaan akan menjadi sulit ketika daging babi dicampur ke dalam makanan, seperti sosis atau bakso. Sosis adalah produk makanan yang menarik karena rasa dan teksturnya yang halus serta mudah dimasak. Sosis dapat dibuat dari daging sapi, babi, ayam, atau bahkan ikan. Sosis daging sapi adalah menu rumah tangga yang digemari, terutama di Australia. Meski dikatakan sebagai sosis daging sapi, tetapi dari kunjungan ke sebuah pabrik sosis yang cukup besar di sana, diketahui bahwa sosis itu tidak selalu dibuat dari daging sapi murni. Di sana sosis dibuat dari potongan-potongan kecil daging yang tak berbentuk, dicampur dan digiling menjadi daging halus untuk selanjutnya dibuat sosis. Dalam proses pengumpulannya, daging- daging kecil tersebut, baik disengaja atau tidak, tercampur dengan daging dari hewan lain, misalnya babi. Menurut pengelola, kedua jenis daging tersebut tidak perlu dipisahkan karena sifatnya sama, yakni mudah digiling dan dibentuk. Pencampuran kedua jenis daging ini tidak dimaksudkan untuk mencederai umat Islam, tentu tidak semua sosis dibuat dengan campuran bahan seperti ini, tetapi pengalaman ini dapat dijadikan pelajaran bagi umat Islam untuk lebih hati-hati dalam mengonsumsi produk olahan daging, seperti sosis. Ketika membeli sosis impor atau produk dalam negeri, pembeli sebaiknya memperhatikan sertifikat halal dari LPPOM-MUI, suatu lembaga yang diberi tugas oleh pemerintah untuk melakukan sertifikasi kehalalan makanan dan minuman.
Kondisi akan bertambah rumit apabila unsur-unsur babi, baik daging, tulang, atau lemaknya dicampur dalam pembuatan atau pemasakan bakso, sebab adanya unsur-unsur babi di dalam bakso akan menjadikan rasa dan aromanya lebih enak. Penjual biasanya mengatakan jualannya halal karena berlabel bakso sapi. Pada kondisi semacam ini, umat Islam perlu berhati-hati dalam memilih warung atau rumah makan. Akan lebih mudah tentunya apabila warung atau rumah makan juga mendapat sertifikat halal dari LPPOM-MUI.

  • Darah Beku: Saren atau Marus
Saren atau marus adalah darah beku yang diperoleh dari penyembelihan hewan atau dikumpulkan dari abatoar. Darah yang telah membeku bersifat kenyal dan dapat dipotong dadu atau menjadi bentuk lainnya. Pemasakan atau penggorengan akan menghasilkan makanan yang menarik dengan warna coklat, mirip hati sapi. Saren atau marus banyak disajikan di beberapa restoran bersama tempe dan tahu goreng.
Kita dapat membedakan saren atau marus dari hati sapi goreng dari aspek bentuk, tekstur, dan rasanya. Pengusaha rumah makan atau restoran muslim perlu disadarkan bahwa menjual saren adalah hal yang dilarang. Bila pemanfaatan darah menjadi bahan makanan diharamkan, maka setidaknya ada dua metode dalam pemanfaatannya yang tidak dilarang. Pertama, saren bisa dijadikan makanan ikan karena mengandung protein. Kedua, karena amat mudah busuk darah dapat digunakan untuk mempercepat proses pembusukan sampah dalam pembuatan pupuk organik.

  • Daging Ular
Banyak warung atau rumah makan khusus yang menyajikan makanan daging ular hasil buruan, misalnya piton, kobra, dan lainnya. Binatang melata ini termasuk binatang bertaring yang diharamkan, sesuai hadis Rasulullah yang telah disebutkan sebelumnya.
Berbagai alasan dikemukakan oleh mereka yang suka mengonsumsi daging ular, mulai dari menjaga vitalitas, meningkatkan kemampuan seksual, hingga mempercepat pembekuan darah pasien operasi. Sebetulnya kita tidak perlu mengonsumsi ular yang diharamkan untuk mendapat tujuan-tujuan di atas karena dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan atau vitamin yang halal. Di samping itu, perburuan ular yang masif sangat mengganggu keseimbangan ekosistem di alam. Menyusutnya populasi ular yang merupakan predator alami tikus membuat populasi tikus meledak, suatu kondisi yang tentu berdampak buruk pada bidang pertanian.

  • Daging Anjing
Beberapa warung menyediakan daging anjing. Konsumennya biasanya berasal dari suku tertentu. Anjing bukanlah makanan bagi umat Islam karena termasuk binatang bertaring yang diharamkan oleh hadis Rasulullah.
Masih ada daging lain yang sehat dan dihalalkan, seperti kambing, biri-biri, atau sapi yang kehidupan atau makanannya lebih bersih. Bila anjing dikonsumsi seseorang untuk meningkatkan kemampuan seksualnya maka sesungguhnya ada banyak obat halal dapat direkomendasikan kepadanya.

  • Hewan yang diragukan kehalalannya
Banyak hewan-hewan lain, yang diragukan status halal-haramnya, yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat, misalnya bekicot, katak, serangga, cacing, dan lain-lain. Umat Islam sebaiknya mengacu kepada keputusan LPPOM-MUI yang dengan fatwanya telah memberi petunjuk dalam memilih makanan halal dan menghindari makanan haram. Sebagai alternatif, mereka bisa mengonsumsi ikan laut, cumi-cumi, dan tripang yang lebih enak dan terjamin kehalalannya.

  • Teknik Penyembelihan Hewan
Metode penyembelihan binatang ternak seperti sapi dan ayam di negara-negara maju berbeda dengan apa yang disyariatkan oleh Islam. Dalam Islam, daging ternak adalah halal apabila disembelih dengan nama Allah dan menjadi haram bila disembelih atas nama selain Allah.
Dilihat dari cara penyembelihan, daging hewan ternak menjadi haram apabila disembelih untuk sesaji atau atas nama selain Allah. Ini dapat dimengerti karena pada hakikatnya Allah-Iah yang menciptakan binatang tersebut, bukan manusia apalagi berhala. Di negeri kita penyembelihan hewan kebanyakan mengikuti syariah, di mana hewan disembelih dengan mengucapkan basmalah, tetapi tidak mesti demikian adanya di luar negeri. Di negara-negara maju, untuk memotong ayam mereka menggunakan mesin otomatis, di mana deretan ayam digantung terbalik (kepala di bawah) dan berjalan otomatis melewati pisau pemotong yang berputar.
Cara ini memang efisien karena hanya dalam hitungan jam saja ribuan ayam dapat disembelih, meski ia menyisakan masalah bagi umat Islam karena ayam-ayam itu tidak disembelih baik dengan nama Allah (basmalah) maupun atas nama selain Allah, melainkan murni untuk tujuan diperdagangkan. Karenanya, metode penyembelihan seperti ini menjadikan status kehalalan ayam tersebut dipertanyakan oleh umat Islam di luar negeri. Ada yang menganggap haram sehingga mereka mencari daging ayam yang benar-benar disembelih dengan nama Allah. Daging ayam yang demikian ini sukar diperoleh. Andaikan diperoleh, harganya lebih mahal dan kualitas dagingnya tidak sebagus yang disembelih dengan mesin. Ada pula sebagian umat Islam yang mengonsumsi daging ayam yang disembelih secara modern ini dengan mengucapkan bismillāhirramānirraḥīm sebelum memakannya. Mereka beranggapan bahwa keberadaan mereka di luar negeri bersifat darurat dan daging sembelihan Ahli Kitab (Nasrani) boleh dimakan, apalagi setelah mereka mengucapkan asma Allah sebelum mengonsumsinya. Dalam rangka menjawab keraguan umat Islam tersebut, akhir-akhir ini perusahaan pemotongan ayam mendatangkan ustaz atau orang Islam untuk mengucapkan basmalah ketika mesin pemotong mulai dijalankan. Ini dilakukan karena mustahil mengucapkan basmalah untuk setiap ayam yang terpotong mengingat kecepatan potong mesin itu amat tinggi.
Seperti halnya ayam, proses penyembelihan sapi di luar negeri juga dilakukan cara yang berbeda dari apa yang lazim kita jumpai di Indonesia. Mereka menganggap penyembelihan secara langsung cukup menyakitkan bagi hewan tersebut. Sebagai alternatif mereka berusaha membuat binatang besar seperti sapi dan kerbau pingsan sebelum disembelih. Mulanya usaha ini dilakukan dengan metode suntik, tetapi akhir-akhir ini dilakukan dengan cara memukulkan benda tumpul ke kepala sapi atau kerbau sebelum disembelih. Selanjutnya, dilakukanlah proses penyetruman yang membuat alur daging lurus dan empuk. Kita sebagai manusia sebetulnya masih perlu mempertanyakan apakah pemukulan tersebut mengurangi atau malah mendatangkan rasa sakit dalam bentuk lain kepada objek yang hendak disembelih. Perlu juga diwaspadai jangan-jangan sapi atau kerbau itu justru sudah mati akibat dipukul, sebelum sempat disembelih. Bila demikian adanya maka hewan tersebut sudah pasti dihukumi haram, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada Surah al-Mā’idah/5: 3 berikut

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 3)
Anggap saja hewan itu memang mati akibat disembelih, tapi apakah penyembelihan itu dilakukan atas nama Allah atau tidak, menjadi persoalan berikutnya. Pilihan untuk mengonsumsi atau tidak daging hewan yang disembelih dengan cara demikian ada di tangan setiap individu muslim. Sebagian dari kita enggan mengonsumsinya sama sekali, sebagian yang lain mau mengonsumsi dengan lebih dahulu mengucapkan basmalah, dan sebagian lagi meyakini kehalalannya karena sembelihan Ahli Kitab adalah halal (al-Mā’idah/5: 5). Dewasa ini teknologi penyembelihan macam ini telah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, adalah tugas pemerintah atau MUI untuk menjelaskan status kehalalan sistem penyembelihan itu, yang bisa menjadi pegangan bagi umat Islam di Indonesia.

MINUMAN YANG DIHARAMKAN: ALKOHOL
  • Alkohol Ditinjau dari IImu Kimia
Alkohol, yang dikenal sebagai minuman keras, sesungguhnya adalah etanol yang mempunyai rumus molekul C₂H₅OH. Senyawa lain jenis alkohol dengan hanya satu karbon adalah metanol atau CH₃OH atau yang dikenal sebagai spiritus, yang oleh masyarakat digunakan sebagai bahan bakar. Alkohol dengan homolog lebih tinggi di antaranya propanol (C₃H₇OH), butanol (C₄H₉OH), pentanol (C₅H₁₁OH), dan seterusnya. Dari sekian banyak jenis alkohol, yang paling dikenal oleh masyarakat adalah etanol yang biasa disebut secara sederhana sebagai alkohol. Jenis alkohol ini adalah satu-satunya yang biasa diminum, yakni sebagai minuman keras yang memabukkan. Metanol yang sering tercampur dalam pesta alkohol, mempunyai bau yang sama dengan alkohol (etanol) tetapi metanol amat beracun bagi saraf mata, bahkan dalam dosis tertentu dapat mematikan. Sebagai minuman yang memabukkan, alkohol dapat dibuat dari semua jenis sumber karbohidrat, seperti kurma, anggur, nanas, gandum, ketan, singkong, dan lain-lain. Pembuatan alkohol dari sumber karbohidrat di atas dilakukan dengan fermentasi menggunakan ragi. Jasad renik inilah yang merubah kabohidrat menjadi alkohol.

Kabohidrat                            ——+ragi→                                      C₂H₅OH

Keberadaan ragi amat penting. Secara alami ragi terdapat dalam udara, sehingga jus buah yang kita biarkan begitu saja dalam udara terbuka akan berubah menjadi etanol, ditengarai dari bau alkohol yang tercium darinya. Bila terus dibiarkan, ia akan teroksidasi menjadi asam asetat atau asam cuka.

C₂H₅OH + O₂       →           CH₃COOH (asam cuka) + H₂O

Kurma, anggur, nanas, gandum, singkong, dan ketan pada dasarnya halal, tetapi begitu mereka menjadi alkohol maka ia hukumnya menjadi haram. Berita baiknya adalah bahwa apabila alkohol itu teroksidasi menjadi asam cuka, maka ia kembali halal. Allah berfirman dalam Surah an-Naḥl/16: 67, menyinggung secara implisit keharaman minuman yang memabukkan, menyebutnya bukan sebagai rezeki yang baik (penegasan keharamannya disebutkan dalam ayat lain, yakni al-Mā’idah/5: 90-91).

وَمِن ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ۝

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti. (Alquran, Surah an-Naḥl/16: 67)
Tentang alkohol (etanol) sebagai minuman keras, buku Tafsir IImi seri Tumbuhan (2011) telah membahas sejarah minuman haram ini secara lebih detail, termasuk budaya minum alkohol orang-orang zaman dulu dan dampak buruknya. Dalam keterkaitannya dengan masalah makanan dan minuman, tulisan ini akan membahas alkohol dari aspek ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, dan kesehatan sebagai ayat-ayat kauniyah yang amat erat hubungannya dengan ayat-ayat dalam Alquran.
  • Ayat Alquran dan Hadis tentang Alkohol
Berbeda dari ayat-ayat yang mengharamkan secara langsung beberapa makanan seperti darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak dengan nama Allah, ayat-ayat tentang keharaman alkohol diturunkan secara gradual. Ini karena minum alkohol telah menjadi tradisi masyarakat Arab pra-Islam. Pentahapan tersebut merupakan suatu proses pendidikan bagi masyarakat untuk sedikit-demi sedikit meninggalkan kebiasaan buruk minum alkohol dengan kesadaran yang berlandaskan ilmu pengetahuan. Ayat yang pertama sekali turun menyebut alkohol adalah firman Allah,

وَمِن ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ۝

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti. (Alquran, Surah an-Naḥl/16: 67)
Pada ayat ini Allah menyebut kebiasaan manusia dalam memanfaatkan buah kurma dan anggur, yaitu menjadi bahan baku minuman yang memabukkan dan menjadi rezeki yang baik. Keduanya dipisahkan oleh kata penghubung “dan”. Ini menunjukkan bahwa keduanya adalah entitas yang berbeda. Dengan demikian, kita bisa menangkap pesan bahwa “minuman yang memabukkan” bukanlah “rezeki yang baik”. Pesan ini merupakan pondasi yang pertama sekali bagi pentahapan pengharaman khamar (alkohol).
Berikutnya turunlah ayat yang menjelaskan baik-buruknya alkohol, yakni Surah al-Baqarah/2: 219,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ۝

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 219)
Ayat di atas pada hakikatnya hendak memberitahu bahwa khamar (alkohol) mempunyai banyak mudarat, meski ada juga manfaat yang bisa didapat darinya. Manfaat itu misalnya berupa kemampuan alkohol untuk menghangatkan tubuh, karena ia adalah sumber energi.
Tahap pengharaman khamar berlanjut ke arah larangan salat dalam kondisi mabuk. Artinya, masih ada keringanan bagi umat Islam pada waktu itu untuk meminum khamar di luar waktu-waktu ini. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ۝

Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan. (Alquran, Surah an-Nisā’/4: 43)
Ayat ini meski belum jelas-jelas mengharamkan khamar, tetapi ia telah menunjukkan bahwa mabuk akibat minum alkohol tidak boleh berdampingan dengan salat. Mabuk dapat membuat memori kacau, sedangkan salat mengharuskan seseorang untuk memusatkan perhatian dan ingatannya kepada Allah. Di sinilah pentingnya aspek pendidikan bagi mereka yang mencintai salat, bahwa secara sadar mereka harus mulai meninggalkan minuman alkohol. Namun, tidak semua umat waktu itu punya kesadaran penuh untuk meninggalkan khamar. Karena itu turunlah firman Allah dalam Surah al-Mā’idah/5: 90-91 yang berisi perintah untuk meninggalkan khamar sama sekali, baik secara suka rela maupun terpaksa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ۝ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ۝

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti? (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 90-91)
Ayat di atas merupakan pernyataan final tentang keharaman meminum alkohol. Masyarakat muslim yang telah tertanam akidahnya serta kecintaannya kepada Allah dan Rasul menyambut perintah itu dengan sami‘nā wa aa‘nā -kami dengar dan kami patuh. Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa setelah ayat ini disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabat, mereka cepat-cepat menumpahkan semua khamar yang mereka punyai sehingga jalanan Madinah banjir oleh khamar.
Khamar pada masa Rasulullah pada umumnya terbuat dari anggur. Untuk mencari kejelasan status khamar yang terbuat dari bahan baku lain, seperti jelai, gandum, atau bahkan kurma, para sahabat pun bertanya kepada Rasulullah. Menjawab pertanyaan itu Rasulullah menjawab dengan tegas,
Apa saja yang memabukkan ada/ah khamar, dan apa saja yang memabukkan hukumnya haram. (Riwayat Muslim dari Ibnu ‘Umar )
Sungguh, khamar itu bisa berasal dari (perasan) anggur, kismis, kurma, gandum, jelai, maupun jagung. Sungguh, aku melarang kalian mendekati apa saja yang memabukkan. (Riwayat Abū Dāwūd dan Ibnu ibbān dari an-Nu‘mān bin Basyīr)
Secara ilmiah hadis di atas dapat dibenarkan karena apa pun sumber karbohidrat yang difermentasi akan menghasilkan alkohol yang sama, yakni etanol (C₂H₅OH).
Tidak hanya bertanya soal bahan baku khamar, para sahabat juga bertanya tentang hukum meminum alkohol dalam kadar yang tidak membuat mabuk. Lagi-lagi dengan tegas Rasulullah menjawab,
Apa saja yang (bila dikonsumsi) dalam kadar banyak dapat memabukkan, maka (mengonsumsinya) dalam kadar sedikit pun hukumnya haram. (Riwayat Aḥmad , Abū Dāwūd, at-Turmużi, dan Ibnu Mājah dari Jābir bin ‘Abdullāh)
Penjelasan ini dibenarkan oleh fakta bahwa alkohol mempunyai sifat adiktif atau membuat ketagihan. Bermula dari minum sedikit, seseorang lama-kelamaan akan mencoba minum lebih banyak, dan akhirnya mabuk. Begitu tegasnya Islam mengharamkan khamar sampai-sampai dalam sabdanya Rasulullah melaknat semua orang yang terlibat dalam minuman keras.
Terkait khamar, Rasulullah melaknat sepuluh orang: pemerasnya, orang yang mempekerjakan orang lain untuk memerasnya, peminumnya, pembawanya, orang yang meminta orang lain untuk menyajikan khamar, penuangnya, penjualnya, orang yang memakan uang hail penjualannya, pembelinya, dan orang yang dibelikan untuknya. (Riwayat at-Turmużi dan Ibnu Mājah dari Anas bin Malik)
Ayat-ayat dan hadis-hadis di atas menunjukkan betapa tegas Islam melarang umatnya minum khamar atau bahkan sekadar terlibat dalam pekerjaan apa saja yang terkait dengannya. Ini menunjukkan bahwa alkohol sangat berbahaya bagi kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Mengingat masih banyak umat Islam yang tetap minum alkohol, bahkan para pelajar SMA, SMP, dan SD serta para pemuda, maka diperlukan pengetahuan untuk memahami baik buruknya alkohol sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Baqarah/2: 219. Kini ilmu pengetahuan sudah cukup maju untuk dapat menjelaskan baik manfaat maupun mudaratnya. Dengan demikian, terutama generasi muda Islam dapat menjauhi alkohol agar tidak menghancurkan diri dan masa depan mereka sendiri. Pengetahuan ini juga penting bagi umat Islam secara lebih luas yang berbisnis, berdagang, atau menjadi agen minuman keras atau bahkan produsen alkohol. Diharapkan mereka akan sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu bentuk upaya membantu menyuburkan konsumsi minuman keras, yang itu berarti turut andil dalam berbuat dosa.

Manfaat Alkohol bagi Manusia
  • Minuman sumber energi
Alkohol atau etanol adalah sumber energi bagi tubuh manusia sebagaimana karbohidrat, lemak, dan protein. Alkohol bahkan jauh lebih mudah dicerna sehingga cepat menghangatkan tubuh yang kedinginan. Energi alkohol, meskipun tidak sebesar lemak atau minyak, cukup tinggi, yakni 7 kal/g, lebih tinggi daripada karbohidrat atau protein (4 kal/g).
Meski demikian, energi yang besar ini tidak mengandung gizi layaknya protein, vitamin, dan mineral. Karena itu alkohol disebut empty calory atau sumber kalori yang kosong. Itu berarti bahwa alkohol dapat memberikan energi cukup, tetapi tidak bergizi. Energi yang kosong inilah yang nantinya dapat menimbulkan masalah kesehatan, yakni obesitas, malnutrisi, dan lain-lain. Meskipun tidak secepat alkohol dalam metaboIisme menjadi energi, madu, sirop fruktosa, atau berbagai jus buah dapat dijadikan alternatif sumber energi yang halal dan menyehatkan.
  • Pelarut
Bahan-bahan kimia termasuk obat-obatan dan vitamin mempunyai kelarutan yang berbeda-beda dalam air atau dalam pelarut organik. Air disebut pelarut polar dan ia akan melarutkan bahan polar, seperti gula, garam, vitamin B dan C, serta berbagai mineral. Adapun pelarut organik seperti heksana, benzena, dan toluena disebut senyawa nonpolar dan hanya melarutkan senyawa nonpolar, seperti lemak dan vitamin A, D, dan E. Kondisi ini disebut hukum like dissolves like.
Selain itu, ada banyak bahan kimia yang bersifat antara polar dan nonpolar, misalnya pengawet asam benzoat yang larut dalam air dan pelarut organik. Alkohol (etanol) juga bersifat polar dan nonpolar. Alkohol larut baik dalam pelarut air maupun organik nonpolar. Tidak saja mudah larut, etanol juga mudah melarutkan bahan obat-obatan yang bersifat polar dan nonpolar. Karena itu tidak heran bila alkohol mudah kita jumpai dalam berbagai jenis obat-obatan, seperti obat kumur dan obat luka. AIkohol juga banyak digunakan untuk pelarut bahan pengharum, fragrance, pembuatan aerosol, dan pelarut zat warna.

  • Disinfektan
Penggunaan alkohol sebagai pelarut obat kumur dan luka amat baik karena ia sendiri bersifat disinfektan, sebagai pembunuh bakteri. Larutan alkohol dapat dijadikan larutan disinfektan (kadar 70%), pencuci tangan, dan sterilisasi peralatan bedah (operasi).

  • Energi alternatif
Kini dunia banyak berpikir mengenai perlunya energi alternatif minyak dan gas bumi, dua jenis energi fosil yang tidak terbarukan. Alkohol menjadi piIihan karena mudah diproduksi dan dijumpai bahan bakunya, seperti singkong. Alkohol, sebagaimana minyak bumi, dapat dibakar untuk menghasilkan energi.

C₂H₅OH + 3O₂               →                                  2CO₂+ 3H₂O + Kalori


Alkohol dianggap sebagai sumber energi terbarukan (renewable energy) karena singkong sebagai bahan bakunya dapat ditanam dengan mudah dan ekstensif. Brazil termasuk negara yang telah memulai memanfaatkan energi alkohol. Di Indonesia sendiri penelitian dan percobaan sudah mulai dilakukan, tetapi belum dapat berkembang karena bahan baku singkong lebih banyak dimanfaatkan untuk makanan manusia atau pakan ternak. Di samping itu, masyarakat Indonesia sangat mewaspadai efek samping produksi alkohol, karena makin besar produksi alkohol maka kemungkinan untuk disalahgunakan menjadi minuman juga makin besar.

Bahaya Alkohol bagi Manusia
  • Obesitas dan Penyakit Pembuluh Darah dan Jantung
Alkohol adalah sumber energi yang amat mudah dicerna atau mengalami metabolisme menjadi energi dengan cepat. Bahan makanan lainnya seperti lemak, karbohidrat, dan protein kalah bersaing dari alkohol dalam hal metabolisme, sehingga tubuh lebih suka mengambil energi dari alkohol daripada dari makanan lain. Akibatnya, lemak, karbohidrat, dan protein akan sedikit mengalami metabolisme dan sisanya tersimpan sebagai lemak, suatu kondisi yang disebut kegemukan atau obesitas. Memang benar bahwa tidak semua kasus obesitas disebabkan oleh minum alkohol. Banyak pula kasus obesitas yang disebabkan oleh kebiasaan makan camilan atau bahkan karena faktor keturunan. Lemak berlebih dalam tubuh akan mengakibatkan pengendapan yang selanjutnya mempersempit pembuluh darah. Kondisi ini akan memicu tekanan darah tinggi, gangguan fungsi jantung, serangan stroke (gangguan pembuluh darah ke arah otak), atau infark jantung.

  • Malnutrisi
Mudahnya tubuh mencerna alkohol menjadi energi yang cukup tinggi membuat peminum alkohol tidak lagi memerlukan makanan lain untuk memenuhi energinya. Empty energy inilah yang membuat tubuh tidak perlu asupan gizi lain. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa peminum alkohol mengeluarkan urine yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Ini berarti alkohol menyebabkan usus tidak mampu menyerap-bahkan membuang vitamin dan mineral-yang sangat penting bagi tubuh. Akibatnya, tubuh akan mengalami berbagai indikasi malnutrisi seperti beri-beri atau penyakit lain. Gangguan nutrisi ini akan menurunkan daya tahan tubuh dari penyakit

  • Penyakit Liver
Alkohol berpengaruh besar pada kesehatan hati atau liver. Seperti kita ketahui, liver adalah organ tubuh yang berfungsi detoksikasi, yakni menetralkan berbagai racun atau bahan kimia yang masuk ke tubuh, termasuk alkohol. Zat-zat tersebut akan dinetralkan dan dibuang lewat urine atau alat ekskresi yang lain. Meski begitu, apabila beban detoksikasi terlalu berat maka liver tidak sanggup lagi melakukan fungsinya, bahkan sel-sel hati akan kalah dan/atau mati. Fungsi hati sebagai pabrik kimia terbesar dalam tubuh akan terganggu dan itu berdampak pada produksi hormon atau enzim dan lainnya yang amat diperlukan oleh tubuh. Kerusakan sel hati dapat berjalan terus menerus dan tidak reversible. Ini akan mengakibatkan penyakit hati yang semula seperti penyakit kuning, dapat berkembang ke fase kanker hati atau cirosis yang sukar disembuhkan. Penyakit kanker hati ini kadang kala tidak didahului oleh tanda-tanda yang nyata sehingga baru diketahui setelah sampai pada stadium lanjut di mana pengobatan sudah tidak mampu lagi membantu. Gangguan liver dapat pula disebabkan oleh penumpukan lemak pada liver atau disebut fatty liver, suatu kondisi yang menurunkan fungsi dan kinerja liver.
Selain itu, lemak adalah zat organik nonpolar yang dapat melarutkan zat racun atau cemaran aromatik yang biasanya karsinogenik. Keberadaan zat ini di liver berlemak akan merangsang timbulnya tumor atau selliar (kanker). Alkohol, yang semula diminum secara iseng-iseng, ternyata merupakan bahan adiktif yang dapat merusak organ hati yang amat vital dalam tubuh manusia.

  • Kerusakan otak
Otak adalah organ tubuh penentu dan kekuatan manusia. Produktivitas manusia bergantung tidak hanya pada keterampilan fisik, tetapi lebih pada otaknya. Kendati mengalami kelumpuhan atau cacat tubuh, seseorang masih akan mampu hidup mandiri bahkan tidak jarang menghidupi orang yang memiliki kesempurnaan fisik, jika ia masih memiliki otak yang sehat. Kondisi sebaliknya dialami oleh para peminum alkohol. Meski secara fisik mereka tampak normal dan sempurna, tetapi otak mereka lama-lama akan mengalami kerusakan. Kerusakan otak akibat minuman keras dapat terjadi pada beberapa sentra pengendali. Kebanyakan kasus kerusakan otak akibat minuman keras bersifat permanen atau sukar disembuhkan. Kondisi ini akan mengganggu cara berpikir dan bertindak, atau menjadikan mereka malas berpikir dan bekerja.

  • Gangguan saraf
Berbeda dari efek alkohol pada pembuluh darah dan liver yang memerlukan waktu lama, efek alkohol pada saraf dapat dilihat hanya beberapa saat setelah diminum. Mabuk, kehilangan kesetimbangan tubuh, kehilangan kendali emosi dan cara berpikir merupakan akibat yang tidak hanya berdampak pada diri peminum, tetapi juga pada orang lain. Ditengarai, 55% kecelakaan lalu lintas di Australia disebabkan oleh minuman keras. Banyak pula kasus kekisruhan rumah tangga, perceraian, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dipicu oleh minuman keras. Dampak sosial ini cukup besar bagi masyarakat, jauh melebihi keuntungan yang diperoleh dari cukai alkohol. Selain itu, minuman keras menjadikan generasi muda tidak lagi produktif dan amat mudah tergelincir ke dalam kemaksiatan berikutnya, yakni narkoba.

  • Dampak minuman keras pada keturunan
Meski belum terbukti secara ilmiah, tetapi dampak minuman keras pada keturunan dapat kita amati. Orang tua pemabuk pada umumnya melahirkan generasi berikutnya yang juga pemabuk, bahkan lebih dari itu, kecanduan narkoba. Sebuah pengamatan terkait dampak minuman keras pada keturunan pernah dilakukan di Australia pada 1980-an. Dari penelitian itu diketahui bahwa banyak dari anak-anak yang orang tuanya pemabuk ternyata menderita cacat mental atau fisik. Ini tidak berbanding lurus dengan kondisi orang-orang tua mereka yang hidup dengan kecukupan makanan bergizi.
Memang, studi tentang adanya kerusakan gen akibat alkohol belum ditemukan, tetapi fenomena di atas dapat dijelaskan dengan realitas hasil penelitian yang mengungkap bahwa air seni pemabuk banyak mengandung vitamin dan mineral. Ini menjelaskan bahwa alkohol mengurangi penyerapan, atau bahkan cenderung membuang vitamin dan mineral. Dengan begitu tubuh akan kehilangan banyak vitamin dan mineral, termasuk sel sperma dan ovum yang juga akan mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada sperma dan atau ovum itulah kemungkinan menyebabkan ketidaksempurnaan bayi atau janin yang terbentuk akibat pembuahan.

  • Pesta Minuman Keras yang Mematikan
Sifat adiktif pada alkohol membuat para penggemar minuman keras terdorong untuk minum lebih banyak atau mencoba minuman dengan kadar alkohol lebih tinggi. Sebagaimana setan mengajak manusia menuju maksiat, demikian juga para pemabuk mencari teman-teman untuk diajak menikmati minuman keras bersama. Kebersamaan membuat mereka lebih berani menguji ketahanan tubuh terhadap alkohol kadar tinggi. Karena harga alkohol kadar tinggi seperti whisky terbilang mahal, mereka mencoba meracik sendiri dengan membeli alkohol yang berharga murah dari apotek atau toko kimia. Kadang mereka juga mencampur dengan spiritus, zat alkohol yang memiliki bau sama tapi sebenarnya ia adalah methanol (CH3OH) yang amat toksik. Tidak jarang pula mereka mencampur alkohol tersebut dengan berbagai obat penenang seperti valium atau pil ekstasi.
Campuran ini amat sulit diperkirakan reaksinya, apakah saling menetralkan, saling memperkuat, atau bahkan mematikan. Korban-korban meninggal akibat pesta-pesta miras terus berjatuhan di berbagai tempat di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, kejadian serupa juga terjadi di Malaysia dan India, di mana orang orang Hindu berpesta minuman keras. Korban-korban yang selamat biasanya mengalami kebutaan. Hal ini menunjukkan bahwa amat mungkin dalam pesta tersebut mereka mencampurkan spiritus yang sesungguhnya adalah metanol yang menyerang saraf mata.

  • Alkohol dan Narkoba
Para pecandu alkohol yang selamat dari penyakit yang diakibatkannya biasanya akan mencari bahan lain yang lebih memabukkan. Demikianlah sifat adiktif pada alkohol. Bahan lain yang lebih menjanjikan “kesenangan” adalah narkotika, seperti ganja, heroin, putau, dan kokain. Semula pemerintah menggabungkan alkohol dan narkotika ke dalam satu istilah karena sama-sama bersifat adiktif, dan diberi nama NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropisa dan Zat Adiktif lain). Tujuannya adalah untuk memudahkan identifikasi pemakai NAPZA sebagai musuh bersama masyarakat yang harus diperangi. Belakangan, karena bisnis alkohol adalah bisnis besar yang menyangkut “kehidupan banyak orang” dan menghasilkan pajak bagi pemerintah, perjuangan orang-orang yang berkepentingan untuk memisahkan alkohol dari zat adiktif amat gigih dan berhasil. Zat adiktif selain alkohol akhirnya diberi nama Narkoba (Narkotika dan Obat Berbahaya). Dengan demikian alkohol lepas dari sasaran tembak, padahal ia adalah zat adiktif yang menurut hadis Nabi merupakan pangkal semua kejahatan. Beliau bersabda,
Jauhilah oleh kalian khamar, karena sesungguhnya ia adalah kunci segala keburukan. (Riwayat al-Ḥākim dan al-Baihaqi dari Ibnu ‘Abbās)
Di pasaran Indonesia dapat ditemukan 3 jenis miras beromzet besar dengan kadar alkohol berbeda, yakni:
  • Kelas A: Berkadar alkohol kurang dari 5%, seperti bir (4-5%)
  • Kelas B: Berkadar alkohol antara 5-20%, seperti minuman anggur
  • Kelas C: Berkadar alkohol antara 20-55%, seperti whisky, gin, vodka, dan brandy.
Pada masa orde baru, terdapat lebih dari 100 pabrik miras (±80 juta liter/tahun) di 17 provinsi di Indonesia. 23 pabrik di antaranya berlokasi di Jawa Timur, sedangkan produsen terbesar (11 pabrik) berlokasi di Jawa Barat. Umat Islam yang teguh menjaga keimanannya dan ingin tetap hidup bersih tentu akan dapat menjauhinya. Tidak demikian adanya bagi umat yang kurang teguh keislamannya. Mereka dapat saja terjebak meminum alkohol kelas A, berangsur ke kelas B, dan akhirnya ke kelas C.
Beberapa Pemerintah Daerah telah membuat peraturan daerah (Perda) minuman keras untuk melindungi masyarakatnya, tapi beberapa yang lain gagal karena kalah bertarung dengan kartel-kartel minuman keras. Karena itu tidak heran bila miras telah merambah ke kalangan pemuda: pelajar SMA, SMP, bahkan SD. Di sinilah pentingnya masyarakat, terutama keluarga muslim, membentengi diri dari miras dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan seperti yang telah diuraikan di atas. Apabila alkohol telah mencandu pada seseorang maka secara perlahan akan menyebabkan gangguan sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) dalam susunan saraf pusat. Ini akan menutup pikiran, mengganggu daya ingat, dan perilaku. Orang-orang demikian tidak lagi ingat pada Tuhannya, bahkan lupa pada dirinya sendiri. Perilaku mereka berubah beringas, tak terkendali, dan pada tahap berikutnya mendorong ke arah perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Banyak pecandu ingin mendapat efek lebih daripada sekadar mabuk dengan cara mencampur miras dan obat penenang. Pil ekstasi, suatu jenis obat stimulan yang akan mengaktifkan tubuh dengan jingkrak-jingkrak sepanjang malam tanpa rasa lelah, juga mereka gunakan. Proses aktivasi tubuh seperti ini dapat menyebabkan kelelahan jantung. Dalam dosis berlebih ekstasi dapat menghentikan kerja jantung atau memicu kematian akibat overdosis (OD).
Begitu terjerumus ke minuman keras, pil koplo, dan ekstasi, pintu menuju narkotika terbuka lebar. Ganja, heroin, morfin, atau kokain beredar cukup luas di Indonesia. Beberapa produk narkotika, seperti ganja, diproduksi di dalam negeri, dan beberapa lainnya, seperti heroin dan kokain, diselundupkan dari luar negeri. Bandar besar dan penyelundup barang-barang haram ini biasanya diorganisasi secara internasional dan rapi. Mereka tidak takut hukuman mati demi meraup keuntungan yang besar. Dari pengakuan seorang bandar narkotika yang tertangkap diketahui bahwa mereka menyasar remaja-remaja perokok dan peminum miras sebagai calon pembeli narkotika yang sangat potensial. Konsumsi narkoba meningkatkan risiko gangguan jiwa atau schizophrenia yang ditandai hilangnya daya atau nalar berpikir, timbulnya halunisasi, mendengar sesuatu yang tidak ada, merasakan ada roh masuk dalam dirinya, bicara sendiri, dan selalu merasa takut atau curiga. Ini semua adalah pertanda rusaknya sel-sel otak yang mengakibatkan kekacauan dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Pada titik ini karier seseorang sudah bisa dikatakan berakhir, suatu pungkasan yang pada mulanya hanya dipicu oleh keisengan minum alkohol. Dari paparan ini kita tahu betapa firman Allah bahwa mudarat khamar jauh lebih banyak daripada manfaatnya adalah benar adanya. Allah berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ۝

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 219)

  1. Sertifikasi Halal
  • contoh sertifikat halal dari MUI
    Latar Belakang
Pada uraian sebelumnya sudah dijelaskan jenis-jenis makanan dan minuman haram sebagaimana digariskan dalam Alquran dan hadis, namun masih terdapat beberapa masalah dalam menentukan kehalalan suatu makanan atau minuman. Di antaranya adalah produk daging campuran seperti sosis dan bakso, penggunaan food additives yang mungkin berbahan babi seperti lard dan shortening, serta penggunaan alkohol dalam minuman, makanan, dan obat-obatan. Mengingat kadar pencampuran bahan haram ke dalam makanan yang halal relatif kecil atau amat sedikit, maka tidak mudah bagi umat Islam untuk mengidentifikasi makanan yang bebas dari komponen haram. Untuk itu, sertifikasi halal dari pemerintah, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI), amat diharapkan oleh umat Islam Indonesia.
Pentingnya sertifikasi halal ini dipicu oleh isu lemak babi yang dilontarkan oleh Dr. Ir. Tri Susanto (Alm.), seorang pakar teknologi pangan Universitas Brawijaya, pada 1987. Isu ini ia lontarkan berdasarkan pengamatan lapangan atas ingredient yang tertera dalam label produk, di mana ingredient atau bahan makanan tambahan (food additives) tersebut diragukan kehalalannya karena mungkin saja dibuat dari lemak babi. Menanggapi kecurigaan itu pemerintah bergerak dengan membentuk tim ad hoc. Dari 34 produk yang dicurigai Tri Susanto, tim ad hoc tidak menemukan satu pun produk yang positif mengandung unsur babi. Temuan tim ad hoc ini memang belum tentu benar karena peralatan analisis modern seperti GC-MS (kramatagrafi gas-mass spectra meter) belum tersedia pada saat itu, atau bisa juga karena peralatan konvensional yang tersedia tidak memadai. Kendati demikian, sanggahan itu tetap saja mempunyai sisi positif. Masyarakat menjadi tenang dan pemerintah sadar akan pentingnya masalah halal haram yang harus ditangani secara benar, tentu saja karena mayaritas penduduk Indonesia beragama Islam. Kesadaran itu mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan instansi-instansi pemerintah yang berkompeten dalam bidang ilmu dan teknologi membentuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Makanan (LPPOM). Badan inilah yang selanjutnya menangani sertifikasi halal bagi produk makanan di Indonesia.

  • Landasan Hukum
Contoh kasus tersebut di atas menunjukkan bahwa soal halal-haram menyentuh langsung kebutuhan dasar umat Islam dalam melaksanakan ajaran agamanya. Semenjak dahulu umat manusia memiliki cara pandang yang beragam berkaitan dengan apa yang dibolehkan, terutama bahan makanan yang berupa daging binatang. Di sisi yang lain, pada saal makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan, perbedaan yang terjadi di antara mereka tidaklah banyak. Islam tidak mengharamkan suatu bahan yang berasal dari tumbuhan selain makanan atau minuman yang telah berubah menjadi khamar, baik itu berasal dari anggur, kurma, gandum, maupun bahan- bahan lainnya.
Di samping memahami masalah dasar hukum halal-haram suatu makanan, umat Islam diharuskan memperhatikan pula aspek ṭayyibpadanya, yaitu memenuhi syarat baik dan sehat. Tidak semua makanan yang halal adalah baik, cocok, dan menyehatkan tubuh. Makanan ṭayyib adalah makanan yang baik dan tidak memiliki dampak buruk bagi kesehatan jasmani maupun rohani. Alquran menyebut lafal ṭayyib sebanyak 6 kali dalam Alquran, 4 di antaranya terkait dengan sifat makanan. Keempatnya adalah firman-firman Allah berikut.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ۝

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-Iangkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 168)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ۝ إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝


Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 172-173)

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ ۖ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ۝

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, “Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 4)

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنتُم بِهِ مُؤْمِنُونَ

Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 88)

Ayat-ayat ini menuntut umat Islam untuk mengonsumsi tidak saja makanan dan minuman yang halal, tetapi juga yang ṭayyib. Ketentuan halal-haram memang datang dari Allah, tetapi dalam pelaksanaanya perlu ditunjang oleh hukun positif pula, karena negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi warganya yang muslim untuk memperoleh jaminan halal atas konsumsi makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan.
Dari aspek hukum positif, pemerintah Indonesia telah berusaha meIindungi hak asasi umat Islam dalam memperoleh jaminan halal atas konsumsi makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan dengan mengeluarkan sejumlah peraturan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, serta instruksi presiden, di antaranya:
  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan.
  2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996, tentang Pangan.
  3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999, tentang Label dan Iklan Pangan.
  5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1991, tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan.

Dalam pelaksanaannya peraturan-peraturan ini ditunjang oleh beberapa ketentuan lain, misalnya Piagam Kerja Sama Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Majelis Ulama Indonesia, tentang Pelaksanaan Pencantuman Label Halal pada Makanan dan Minuman. Kesimpulan Mudzakarah Nasional tentang Alkohol dalam Produk Makanan juga menjadi pedoman penting dalam pengelolaan jaminan produk halal.
Peraturan-peraturan di atas dipandang masih kurang kuat untuk menjadi pijakan pelaksanaan sertifikasi halal pada setiap produk olahan makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika. Karena itu, pada awal tahun 2012 DPR RI berinisiatif mengajukan Rancangan· Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). RUU ini diharapkan dapat memberi kepastian produk halal bagi umat muslim. RUU ini merupakan implementasi Pasal 28 dan Pasal 29 UUD 1945, yakni kewajiban negara untuk melindungi hak warga negara dalam menjalankan keyakinan dan ajaran agamanya. Sayang, hingga Desember 2012 RUU JPH belum juga disepakati.

  • Signifikansi Sertifikasi Halal
Makanan dan minuman bagi umat Islam tidak terpisahkan dari ketaatan kepada Allah. Dalam keadaan normal, umat Islam hanya diperbolehkan mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan dilarang mengonsumsi yang haram. Di masa lalu, ketika industri makanan dan minuman belum berkembang, halal dan haram tidak mudah diidentifikasi. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan dicampurnya produk olahan dengan bahan-bahan tambahan agar produk tersebut terasa lebih lezat, enak, renyah, awet, dan seterusnya. Bahan tambahan untuk tujuan tersebut bukan tidak mungkin berasal dari bahan yang tidak halal. Apabila produsen seorang muslim, ia akan memikirkan kehalalan produk makanan olahan yang dihasilkannya. Bila produsen nonmuslim maka bukan tidak mungkin aspek ini tidak menjadi pertimbangan, meski produk yang dihasilkannya akan dikonsumsi oleh umat Islam. Kenyataannya, banyak produsen hanya memikirkan bagaimana agar produknya terasa lezat, enak, dan awet sehingga laris di pasaran dan perusahaan mendapat keuntungan yang optimal. Dalam situasi demikian, umat Islam sebagai konsumen terbesar di Indonesia memerlukan jaminan makanan dan minuman yang dibeli harus halal adanya.
Masyarakat muslim memerlukan perlindungan dari pemerintah berupa jaminan halal atas semua barang yang dimakan dan diminum, terutama makanan- minuman olahan di pasaran. Karena itu pemerintah bersama pemimpin umat Islam, yaitu para cendekiawan dan ulama, berkewajiban untuk mencurahkan daya dan upaya agar jaminan halal itu terpenuhi. Pengawasan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi kehalalan suatu produk makanan dan minuman, mulai dari bahan pokok, bahan tambahan, proses produksi, hingga alur distribusi harus dilakukan.
Makanan yang terbuat dari bahan pokok yang halal tetapi diragukan kehalalannya oleh masyarakat karena diduga dicampur dengan bahan yang haram dapat menimbulkan dampak negatif, tidak hanya bagi konsumen, yakni umat Islam, tetapi juga bagi perusahaan bersangkutan dan bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat dan bangsa pada umumnya. Yang lebih penting lagi, kaum muslimin mesti sadar bahwa kehalalan sesuatu produk yang mereka konsumsi terkait erat dengan aspek spiritual. Mengonsumsi makanan dan minuman yang halal merupakan suatu bentuk ibadah, pengabdian, dan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, mengonsumsi makanan dan minuman yang haram tidak saja merugikan diri sendiri, tetapi juga merupakan suatu bentuk kemaksiatan dan perlawanan terhadap ketentuan dan perintah Allah.

  • Lembaga Sertifikasi Halal
Untuk menjamin kehalalan produkproduk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah musyawarah para ulama dan cendekiawan muslim memandang perlu atas dibentuknya sebuah lembaga konsumen muslim Indonesia yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal pada produk-produk makanan dan minuman. Untuk ini MUI bekerja sama dengan pemerintah mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) pada 26 Jumadil Awal 1409 H/6 Januari 1989 M melalui Surat Keputusan MUI nomor Kep-081/MUI/I/1989·
Pembentukan lembaga ini dimaksudkan untuk membantu MUI dalam menentukan kebijakan, merumuskan ketentuan-ketentuan, rekomendasi, dan bimbingan yang menyangkut halal-haram atas pangan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika sebagai kebutuhan umat sesuai ketentuan-ketentuan ajaran Islam. Ini kemudian diharapkan menjadi dasar pertimbangan bagi masyarakat awam untuk memilih mana makanan yang halal dari yang haram. LPPOM MUI akan menunjukkan kepada masyarakat suatu produk makanan atau minuman halal dan karena itu boleh dikonsumsi. Untuk memberi kepastian pada masyarakat, produk yang dinyatakan haJal perlu diberi label supaya masyarakat tahu dan mendapat jaminan bahwa produk tersebut halal.
Sejak pembentukannya, LPPOM MUI mempunyai tugas pokok mengadakan pengkajian terhadap makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang beredar di masyarakat. Fungsi LPPOM adalah membantu MUI dalam memberi pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam kepastian kehalalan suatu produk. Peranan LPPOM MUI secara umum dapat dipilah menjadi tiga. Pertama, peran internal, seperti melakukan audit halal terhadap produk-produk yang ada, termasuk dalam hal ini masalah sertifikasi. Kedua, peran terhadap umat, yakni memberi penerangan atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai audit halal yang telah dilakukan. Ketiga, peran eksternal, yakni mengadakan kerja sama dengan lembaga sejenis, baik pemerintah maupun swasta, dalam maupun luar negeri.
Lembaga ini telah bekerja dengan bantuan tenaga ahli dan memanfaatkan laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB). Laboratorium halal merupakan instrumen media yang dapat digunakan untuk memeriksa kehalalan pangan. Laboratorium halal diharapkan menjadi pusat uji dan informasi halal. Keberadaan laboratorium halal berfungsi menunjang penjaminan produk halal sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan.
Seiring dengan itu, lembaga ini memiliki visi menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia, untuk memberikan ketenteraman bagi umat Islam dan menjadi pusat halal dunia yang menyediakan informasi, solusi, dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional. Adapun misi yang diemban oleh LPPOM MUI adalah sebagai berikut.
  1. Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal;
  2. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan dikonsumsi masyarakat;
  3. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengonsumsi produk halal;
  4. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai aspek.

Tidak hanya di pusat, beberapa MUI daerah juga telah mendirikan LPPOM sendiri sehingga masyarakat lebih mudah mengaksesnya. Program sertifikasi dan labelisasi yang telah menjadi cita-cita sejak berdirinya LPPOM MUI telah menjadi kenyataan dengan adanya kerja sama Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan MUI. Namun demikian, UU Pangan NO.7 Tahun 1996 diundangkan pada 4 November 1996, memperlihatkan adanya kemunduran pelaksanaan sertifikasi dan labelisasi yang dicita-citakan itu. Terjadi sedikit ketidakcocokan dari berbagai pihak yang berlainan pendapat atas beberapa pasal yang terdapat dalam penjelasan ayat yang tercantum di dalam UU Pangan tersebut. Undang-undang nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ini seharusnya disambut hangat oleh umat Islam di Indonesia, sebab secara implisit salah satu pasalnya, yakni pasal 30 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa setiap pangan dan minuman yang diproduksi atau dimasukkan ke Indonesia wajib mencantumkan label yang sekurang-kurangnya menerangkan apakah makanan tersebut halal. Dengan demikian, ketentuan dalam UU itu bisa menampung kebutuhan asasi umat Islam di Indonesia untuk menentukan mana makanan yang halal dan yang haram.

  • Prosedur dan Proses Sertifikasi Halal
Mekanisme sertifikasi halal yang dijanjikan oleh lembaga sertifikasi di Indonesia seperti LPPOM MUI yaitu dengan melakukan pengujian atau audit secara teknis ke perusahaan dan laboratorium. Hasil yang telah dilakukan kemudian diserahkan ke Komisi Fatwa MUI, untuk selanjutnya dilakukan verifikasi hasil audit dan diputuskan apakah sertifikasi halal dapat diberikan atau tidak terhadap produk yang diuji tersebut.
Sejauh ini mekansime dalam melakukan uji kehalalan produk sebagaimana yang dijalankan oleh LPPOM MUI menggunakan uji laboratorium sebagai alat bantu dalam menganalisis kemungkinan adanya pencampuran bahan haram atau kandungan komponen tertentu dalam bahan pangan atau nonpangan yang sedang dalam proses sertifikasi. Dalam mendukung keberadaan laboratorium halal tersebut, selama ini LPPOM MUI pusat dan daerah berusaha untuk bekerja sama dengan pihak perguruan tinggi.
Proses mendapatkan sertifikasi halal secara garis besar terdiri dari lima tahap: persiapan, pendaftaran (registrasi), pelaksanaan pemeriksaan (audit), penentuan fatwa, dan pemberian sertifikasi halal.
Dalam tahap persiapan, produsen mempersiapkan suatu sistem mutu (quality system) yang dapat menjamin kehalalan produknya. Sistem mutu tersebut harus didokumentasikan secara jelas dan terinci serta merupakan bagian dari kebijakan manajemen produsen. Dalam pelaksanaannya, sistem mutu ini diuraikan dalam bentuk panduan mutu (quality manual). Tujuan utama membuat panduan mutu adalah untuk memberikan uraian yang jelas tentang sistem manajemen mutu yang dijalankan produsen. Selain itu, panduan mutu ini dapat berfungsi sebagai rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara sistem mutu mengenai kehalalan produk tersebut.
Produsen juga perlu menyiapkan prosedur baku pelaksanaan (standard operating procedure) untuk mengawasi setiap tahap proses produksi agar kehalalan produknya dapat dijamin. Proses penjaminannya dengan cara mengangkat seorang auditor halal internal untuk memeriksa dan mengevaluasi sistem jaminan halal di dalam suatu perusahaan. Sistem jaminan halal adalah sistem yang mencakup organisasi, tanggung jawab, prosedur, kegiatan, kemampuan, dan sumber daya yang bertujuan untuk menjamin bahwa proses produksi yang dilakukan dapat menghasilkan produk halal.
Pada tahap pengajuan sertifikasi halal (registrasi), produsen harus menandatangani pernyataan tentang kesediaannya untuk menerima tim pemeriksa (auditor). Semua dokumen yang dapat dijadikan jaminan atas kehalalan produk yang diajukan sertifikasi halal harus diperhatikan aslinya.
Sebagai bagian dari proses sertifikasi halal, LPPOM MUI melakukan pengujian atas kandungan bahan terhadap produk daging dan olahannya dan produk tertentu dengan kategori berisiko (risk) yang dinilai perlu, serta pengujian kandungan alkohol terhadap produk tertentu yang dinilai perlu
Pada tahap pelaksanaan pemeriksaan (audit), tim auditor melakukan pemeriksaan atau audit ke lokasi produsen melalui beberapa tahap. Pertama, pemeriksaan itu dilakukan terhadap pengelolaan produsen yang mencakup pemeriksaan dokumen pembelian bahan baku produk, bahan tam bahan, dan bahan penolongnya. Kedua, tim melakukan pemeriksaan terhadap produk dengan pengambilan sampel secara acak dan hanya untuk bahan yang dicurigai mengandung unsur yang diharamkan untuk kemudian diuji di laboratorium. Ketiga, pemeriksaan terhadap pengolahan dan pemilihan bahan baku produksi yang dijalankan perusahaan turut pula diperiksa dan disesuaikan dengan alur proses yang dilaporkan. Keempat, tim auditor memeriksa fasilitas fisik bangunan dan fasilitas peralatan produksi. Di sini tim auditor memeriksa apakah mesin-mesin yang dipergunakan tidak untuk memproduksi jenis-jenis produk yang memakai bahan baku atau bahan tambahan haram. Kelima, proses pengepakan dan penyimpanan produk diperiksa tim auditor berdasarkan bahan-bahan yang dipakai untuk mengepak produk agar jelas bahwa bahan yang dipakai tersebut terbuat dari barang yang halal. Produk yang siap dijual tersebut diharapkan disimpan pada tempat yang bersih dan jauh dari kontaminasi bahan-bahan haram dan najis. Keenam, pemeriksaan terhadap sistem transportasi distribusi atau pemasaran dan penyajian. Tim audit memeriksa cara pengangkutan produk dan cara penyajiannya, apakah berdekatan dengan produk-produk haram atau tidak.
Dalam mengevaluasi hasil pemeriksaan tim auditor membahas kembali kelengkapan spesifikasi bahan tersebut secara teliti, dan jika diperlukan menggunakan laboratorium. Pemeriksaan terhadap suatu perusahaan tidak jarang dilakukan lebih dari satu kali, dan tidak jarang pula para auditor menyarankan bahkan mengharuskan agar mengganti suatu bahan yang dicurigai atau diduga mengandung bahan yang haram dengan bahan yang diyakini kehalalannya. Hasil pemeriksaan dan hasil uji laboratorium dievaluasi dalam rapat tenaga ahli. Jika telah memenuhi persyaratan maka dibuatkan laporan hasil audit untuk diajukan kepada sidang Komisi Fatwa MUI agar diputuskan status kehalalannya. Komisi Fatwa adalah salah satu komisi MUI yang bertugas menghasilkan ketetapan hukum Islam tentang status hukum kasus tertentu. Sidang Komisi Fatwa adalah forum untuk membahas hasil audit pada perspektif syariah dan memutuskan status hukum produk yang diaudit. Jika sidang Komisi Fatwa memutuskan masih terdapat kekurangan persyaratan sehingga status halal produk belum dapat diputuskan, maka bidang audit mengirimkan kembali audit memorandum yang berisi informasi tentang kekurangan yang harus segera ditindaklanjuti perusahaan. Jika kekurangan telah dilengkapi maka laporan akan dibahas kembali dalam sidang Komisi Fatwa berikutnya.
Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium, bila diperlukan, dievaluasi dalam Rapat Auditor LPPOM MUI. Hasil audit yang belum memenuhi persyaratan diberitahukan kepada perusahaan melalui audit memorandum. Jika telah memenuhi persyaratan, auditor akan membuat laporan hasil audit guna diajukan pada sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya. Laporan hasil audit disampaikan oleh Pengurus LPPOM MUI dalam sidang Komisi Fatwa MUI pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam sidang Komisi Fatwa MUI tersebut produk yang telah diyakini kehalalannya dapat diputuskan fatwa hanya oleh rapat komisi. Hasil keputusan rapat komisi tersebut kemudian dituangkan ke dalam Surat Keputusan Fatwa. Selanjutnya Sertifikat Halal akan dikeluarkan MUI dan ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa, Direktur LPPOM MUI, dan Ketua Umum MUI.

  • Implikasi Internasional
Lembaga sertifikasi halal seperti LPPOM MUI dan industri pangan di Indonesia menghadapi permasalahan pelik terkait sertifikasi halal, yaitu tidak adanya standar yang rind yang dapat menunjukkan bahan apa yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam proses produksi, serta sistem manajemen apa yang harus diterapkan. Sampai saat ini yang ada hanyalah pedoman untuk mendapatkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI yang sifatnya masih umum. Di samping standar untuk bahan dan sistem manajemen, ternyata standar untuk lembaga sertifikasi halalnya sendiri belum ada.
Ketiadaan standar ini sering memicu permasalahan baru. Misalnya kasus Ajinomoto yang pernah mencuat pada 2001. Dikabarkan bahwa bumbu masak merek Ajinomoto tidak halal lantaran mengandung unsur minyak babi. Isu seperti itu seharusnya dapat dicegah apabila ada suatu standar yang rinci atas bahan-bahan apa saja yang tidak boleh digunakan dan pada tahap mana saja. Untuk mendukung standar ini sendiri juga perlu dibuat suatu database bahan-bahan apa saja yang jelas boleh digunakan (halal), jelas tidak boleh digunakan (haram), dan yang meragukan (syubhat).
Perlu diketahui, standar halal tidak sama dengan standar mutu. Standar mutu ditetapkan oleh produsen berdasarkan permintaan atau kebutuhan konsumen, sedangkan standar halal ditetapkan berdasarkan Alquran dan hadis yang diinterpretasikan oleh ulama. Untuk itu, seringkali diperlukan ijtihad bersama agar dapat dicapai apa yang dikenal dengan ijmak. Dengan begitu, proses penetapan halal ini tidak bisa ditangani oleh sembarang orang.
Tuntutan masyarakat internasional pada pelindungan produk halal kian meningkat seiring tumbuhnya kesadaran beragama dewasa ini. Akan tetapi sangat disayangkan, hingga kini belum ada jaringan dan organisasi yang baik atas jaminan halal suatu produk di banyak negara pengimpor karena validitas dan kredibilitas lembaga yang mengeluarkan masih diragukan. Karena itu, pengakuan sertifikasi dari negara lain menuntut standar dan parameter yang sama dalam memberikan sertifikat halal. Jika hal itu tidak segera dilakukan maka sertifikat halal dapat diberikan dengan mudah tanpa peduli akan konsep kehalalan yang sebenarnya.
Ketiadaan standar bagi lembaga sertifikasi halal dunia juga menyulitkan LPPOM MUI dalam menetapkan apakah suatu sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi halal dari luar negeri bisa diakui atau tidak. Tanpa adanya standar baku maka penilaian pengakuan sertifikat bersifat subjektif. Di samping itu, di luar negeri ada banyak sekali lembaga penerbit sertifikasi halal yang seringkali tidak diketahui reputasinya sehingga menilai kelayakan sertifikat halal yang dikeluarkannya menjadi suatu perkara yang sulit. Kebanyakan lembaga sertifikasi halal di luar negeri menjadikan sertifikasi halal sebagai lahan bisnis. Ini seringkali menimbulkan persaingan tidak sehat dan tidak berimbang. Sebagai contoh, lembaga sertifikasi halal dari negara maju dengan dukungan dana dan motivasi bisnis berkeliling dunia untuk melakukan sertifikasi halal pada berbagai produk yang akan diekspor ke negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, termasuk Indonesia. Akibatnya, lembaga sertifikasi halal yang berorientasi sosial kalah bersaing.
Suatu standar halal idealnya harus diakui secara internasional. Standar kehalalan yang perlu dirumuskan itu antara lain: kehalalan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, proses produksi, sistem pendistribusian, penyimpanan, dan penyajian. Adanya standar tersebut akan sangat membantu dalam menilai dan mengakui sertifikat halal yang dikeluarkan oleh suatu lembaga. Standar yang sama juga perlu dibuat dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada masyarakat muslim agar produk yang diekspor ke negara-negara berpenduduk muslim terjamin kehalalannya dan negara-negara tersebut mempunyai hak untuk menolak produk impor yang tidak halal masuk ke wilayahnya. Dengan standar yang berlaku secara internasional akan diperoleh kemudahan untuk mencapai mutual recognition di antara lembaga- Iembaga sertifikasi halal yang tersebar di seluruh dunia. Dengan demikian diharapkan tidak perlu lagi pemeriksaan halal terjadi berkali-kali jika suatu negara mengekspor bahan pangan ke negara lainnya, karena telah ada kesamaan mekanisme.
Implikasi internasional dari sertifikasi halal adalah keharusan bersertifikat halalnya setiap produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang masuk ke Indonesia. Begitu juga produk-produk Indonesia yang masuk ke negara-negara muslim di dunia, seperti negara-negara Timur Tengah, Malaysia, Brunei Darussalam, dan sebagainya. Seluruh produk makanan dan minuman luar negeri yang masuk ke Indonesia harus bersertifikat halal. Sekali lagi patut disayangkan bahwa standar halal hingga kini belum dibakukan. Masalah muncul apabila sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga di luar negeri diragukan oleh MUI. Dalam kondisi demikian, MUI biasanya melakukan audit ulang terhadap produk tersebut. Implikasi lainnya, lembaga-Iembaga di luar negeri yang mengeluarkan sertifikat halal atas suatu produk harus memenuhi standar MUI.
Kebutuhan akan adanya standar halal selama ini telah dipenuhi bersamaan dengan diterbitkannya buku standar halal oleh MUI. Pada 16 Januari 2012, Wakil Presiden RI, Boediono, meluncurkan buku standar halal MUI yang berupa tiga seri buku standardisasi halal. Peluncuran buku standar halal tersebut mengakhiri ketiadaan standar yang sangat dirasakan MUI selama 23 tahun pengalaman melakukan sertifikasi halal. Dengan buku standar halal itu juga fatwa halal Indonesia diakui dunia dan dijadikan rujukan lembaga sertifikasi halal seluruh dunia.

  1. Makanan Haram karena Perolehannya
Sebagaimana makanan haram karena zatnya, makanan haram karena perolehannya juga diatur oleh Allah dan dinyatakan di dalam Alquran dan hadis Rasulullah. Pada ayat-ayat berikut, Allah menegaskan kepemilikannya atas apa saja yang ada di bumi dan langit.

لِّلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ۝

Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 284)

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaagung, Mahabesar. (Alquran, Surah asy-Syura/42: 4)

لَّهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ۝

Milik-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang yang rugi. (Alquran, Surah az-Zumar/39: 63)
Kepemilikan Allah tersebut dapat diberikan kepada manusia yang dikehendaki- Nya dan kemudian dilindungi-Nya. la tidak boleh dipindahtangankan kecuali dengan cara yang diizinkan oleh Allah. Tentang hal ini Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا۝

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (Alquran, Surah an-Nisā’/ 4: 29)
Pada hakikatnya harta benda adalah milik Allah yang kemudian diberikan kepada siapa yang meminta dan berusaha memperolehnya. Cara memperoleh itu pun tentu harus sesuai dengan cara yang dihalalkan oleh Allah. Hak kepemiIikan yang telah berada pada seseorang itu kemudian dilindungi oleh Allah. Artinya, ia hanya boleh dialihkan kepada orang lain dengan cara yang sah. Dalam hal ini Rasulullah bersabda,
Wahai manusia, inilah sebagian dari ganimah-ganimah (harta rampasan perang) kalian. Maka dari itu, sampaikanlah (kepada yang berhak) meski hanya seutas benang, sebuah jarum, benda-benda yang lebih besar maupun lebih kecil daripada itu. Sesungguhnya pengkhianatan (dengan tidak menyampaikannya kepada yang berhak) akan menjadi aib bagi pelakunya kelak pada hari kiamat. (Riwayat Ibnu Mājah dari ‘Ubādah bin aṣ-Ṣāmit)
Dua telapak kaki seorang manusia tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti sebelum ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia menghabiskannya; tentang ilmunya, untuk apa ia mengamalkannya; tentang hartanya, darimana ia mendapatkannya dan untuk apa ia membelanjakannya; dan tentang badannya, untuk apa mempergunakannya. (Riwayat at-Turmużi dari Abū Barzah al-Aslami)
Dari beberapa ayat dan hadis di atas jelas bahwa ada batasan atau kategori keharaman harta dari aspek perolehan, termasuk makanan dan minuman. Semuanya harus dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Terdapat beberapa kategori perolehan harta yang dilarang atau yang diharamkan, di antaranya sebagai berikut.

  • Mengambil Hak Milik Orang Lain dengan Cara Tidak Sah
Terkait hal ini Allah berfirman dalam Surah al-Baqarah/2: 188,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ۝

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 188)
Mengambil harta secara tidak sah dapat dilakukan dengan mencuri, merampas, atau korupsi. Dalam Surah al-Mā’idah/s: 38 Allah berfirman,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۝

Adapun orang laki-Iaki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 38)
Rasulullah juga melarang umatnya mengambil hak orang lain dengan sumpah palsu dan menyuap hakim.
“Barang siapa merampas dengan tangannya hak seorang muslim maka sungguh Allah telah memastikan baginya neraka dan mengharamkan baginya surga.” Seorang pria bertanya, “Meskipun yang dirampasnya itu barang yang sepele, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “(Ya,) meski yang dirampasnya itu hanya sepotong kayu Arak.” (Riwayat Muslim dari Abū Umāmah al-Ḥārisī)

Sesungguhnya ada beberapa orang yang mempergunakan harta Allah (harta yang menjadi hak kaum muslim lainnya) dengan tidak benar, maka nerakalah yang akan mereka dapatkan pada hari kiamat nanti. (Riwayat al-Bukhāri dari Khaulah al-Anṣāriyyah)
Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat disimpulkan bahwa mengambil harta orang lain ataupun dari negara yang bukan haknya dengan cara apa pun adalah haram hukumnya. Dengan demikian, makanan dan minuman yang dibeli dengan harta yang haram akan menjadi haram pula. Dalam hal ini Rasulullah bersabda,
Daging apa pun yang tumbuh dari (makanan atau minuman) yang haram, maka nerakalah yang paling pantas baginya. (Riwayat al-Baihaqi dari Abū Bakar)
Tidak hanya itu, andaikata harta haram tersebut dibelanjakan di jalan yang baik maka infak tersebut tidak akan diterima oleh Allah. Rasulullah bersabda,
Sesungguhnya Allah membagi di antara kalian budi pekerti layaknya Dia membagi di antara kalian rezeki. Sesungguhnya Allah menyerahkan dunia baik kepada orang yang dicintai-Nya maupun yang tidak, namun Dia tidak menganugerahkan agama kecuali kepada orang yang dicintai-Nya. Karena itu, barang siapa dianugerahi agama oleh Allah maka sudah pasti Dia mencintainya. Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, belumlah pantas seseorang dikatakan muslim sebelum hati dan lisannya menebarkan kedamaian, dan belumlah pantas seseorang dikatakan mukmin sebelum tetangganya merasa aman dari gangguannya.” Para sahabat bertanya, “Gangguan dalam bentuk apakah itu, wahai Rasulullah?” Seliau menjawab, “Permusuhan dan kezaliman. Jika seseorang mencari harta dari jalan yang haram, lantas ia membelanjakan sebagiannya, maka tidaklah ia akan mendapat berkah dari apa yang dilakukannya itu. Bila ia menyedekahkannya maka tidaklah sedekah itu akan diterima, dan bila ia menyisakan dari harta itu untuk dirinya maka harta itulah yang kelak menjadi bekalnya menuju neraka. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus keburukan dengan keburukan, Dia hanya akan menghapus keburukan dengan kebajikan. Sesungguhnya sesuatu yang menjijikkan (najis) tidak akan terhapus dengan sesuatu yang menjijikkan (najis) pula. (Riwayat Amad dan al-Baihaqi dari Ibnu Mas‘ūd)
  • Riba
Membungakan uang, atau biasa disebut riba, termasuk cara yang diharamkan dalam memperoleh kekayaan. Alquran menjelaskan larangan riba dalam banyak ayat, di antaranya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ۝ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ۝

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 278-279)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (Alquran, Surah Āli ‘Imrān/3: 130)
Tidak saja bagi umat Islam, riba juga diharamkan bagi kaum Yahudi sebagaimana firman-Nya dalam Surah an-Nisā’/4: 161,

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. (Alquran, Surah an-Nisā’/4: 161)
Islam melarang riba karena dalam riba terdapat kezaliman, bahkan pemerasan. Betapa tidak, orang miskin yang meminjam uang karena kesulitan ekonomi harus mengembalikan lebih banyak, bahkan berlipat ganda. Di sinilah ketidakadilan itu terjadi. Si miskin bukannya tertolong malah makin menderita, sedangkan si kaya yang meminjamkan uang semakin kaya tanpa bekerja keras. Allah berfirman,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ۝

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 275)
Dalam suatu hadis Rasulullah bersabda tentang riba,
Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi makan dari harta riba, pencatat (transaksi) riba, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (Riwayat Muslim dari Jābir)
Jelaslah dari ayat-ayat Alquran dan hadis di atas bahwa riba termasuk harta haram yang apabila dibelikan makanan dan minuman juga menjadi haram. Persoalannya adalah riba menjadi kontroversial apabila disamakan dengan bunga dalam perbankan. Sebagian kalangan mengharamkan karena bunga adalah kelebihan yang mesti dibayar dari uang yang dipinjamkan atau ditabung. Sebagian yang lain berpendapat bahwa mereka menyimpan uang di bank bukan karena bunganya, melainkan karena jaminan keamanannya. Lagipula, bunga yang diberikan tidaklah berlipat dan tidak lebih besar daripada inflasi yang menurunkan nilai pokoknya. Lebih dari itu, dunia perbankan adalah urat nadi ekonomi nasional. Tanpa perbankan ekonomi global akan lumpuh. Oleh karena itu, lahirnya bank-bank syariah yang benar-benar didasarkan pada syariat Islam dan mumpuni sebagai sarana transaksi keuangan akan amat sangat bermanfaat bagi umat Islam.

  • Curang dalam Menakar dan Menimbang
Berdagang atau jual beli dihalalkan oleh Allah sebagaimana dinyatakan dalam Surah al-Baqarah/2: 275, namun itu tidak berlaku jika jual beli dibarengi dengan kecurangan, seperti menyukat timbangan. Menyukat timbangan adalah perbuatan yang diharamkan oleh Allah sebab merugikan pihak pembeli. Allah berfirman dalam Alquran tentang pentingnya kejujuran dalam menimbang, mengisahkan seruan Nabi Syuaib kepada kaumnya,

وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ۝

Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syuaib, saudara mereka sendiri. ora berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.” (Alquran, Surah al-A‘rāf/7: 85)
Firman yang senada juga dinyatakan dalam Surah Hūd/11: 85,

وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ۝

Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan. (Alquran, Surah Hūd/11: 85)
Surah al-lsrā’/17: 35 juga berisi perintah kepada manusia untuk menimbang atau menakar dengan adil,

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا۝

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Alquran, Surah al-lsrā/17: 35)
Ayat-ayat di atas, dan banyak lagi ayat-ayat lain seperti Surah al-An‘ām/6: 152 dan asy-Syu‘arā’ /26: 181-182, mengajarkan kejujuran dalam berdagang, khususnya dalam menakar (ukuran volume) dan menimbang (ukuran berat). Kecurangan dalam keduanya adalah kejahatan yang merugikan pihak lain yang berarti perolehan harta dengan cara demikian adalah haram.
Dari perspektif ilmu pengetahuan, perintah Allah untuk menakar dan menimbang secara benar telah terwujud dalam konsep standarisasi dan kalibrasi pada tingkat dunia, meskipun inisiatornya bukanlah ilmuwan muslim. Standar berat 1 kg dan standar panjang 1 m disimpan di Paris sebagai standar internasional (International Standard) Selanjutnya alat ukur berat seperti neraca atau timbangan serta alat ukur panjang dikalibrasi terhadap standar internasional, sedangkan alat takar atau alat ukur volume distandarkan terhadap satuan panjang (meter) karena volume bersatuan m3 atau liter (L).
Masalah standar dan kalibrasi ini amat penting dalam perdagangan dunia. Jual beli beras, kedelai, emas, dan lain-lain didasarkan pada penimbangan atau pengukuran berat, sedangkan perdagangan minyak bumi dan gas alam didasarkan pada pengukuran volume. Di Indonesia standardisasi dan kalibrasi peralatan ukur dilakukan oleh lembaga metrologi, baik yang ada pada Kementerian Perindustrian dan Perdagangan maupun KIM (Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi) LIPI.
Kalibrasi alat-alat timbang di toko dan pasar serta kalibrasi alat ukur volume bahan bakar di pompa-pompa bensin pada hakikatnya adalah upaya menegakkan keadilan dan mencegah kecurangan dalam perdagangan. Dalam perdagangan mineral, minyak, dan gas bumi, upaya mencegah kecurangan menjadi masalah yang lebih rumit karena tidak saja penakaran dan penimbangan yang dilakukan terhadapnya, tapi juga analisis komposisi. Analisis tersebut amat penting karena menentukan tinggi rendahnya harga. Oleh karena itu, dalam analisis juga diperlukan bahan, peralatan, dan metode standar agar hasil analisis dapat diakui kebenarannya.

  • Judi
Harta yang diperoleh dari judi adalah haram, dan disandingkan oleh Alquran dengan keharaman alkohol. Allah bertirman dalam Surah al-Baqarah/ 2: 219,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ۝

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 219)
Ayat ini telah dibahas terutama dalam kaitannya dengan alcohol. Ayat ini menjelaskan bahwa alkohol dan judisama haramnya. Dalam Surah al-Mā’idah/5: 90-91, judi bahkan tidak hanya disamakan tingkat keharamannya dengan alkohol, tetapi juga dengan berkurban untuk berhala, mengundi nasib, yang semuanya merupakan perbuatan setan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ۝ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ۝

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti? (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 90-91)
Dari kedua ayat Alquran di atas dapat disimpulkan bahwa harta yang diperoleh dari judi adalah haram, demikian pula apabila harta itu dibelanjakan untuk membeli makanan dan minuman.
  • Bisnis Barang dan Jasa Haram
Bisnis barang-barang haram seperti alkohol, ekstasi, dan narkoba menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Pebisnisnya mungkin saja bukan pecandu alkohol atau narkoba, tetapi hasil usahanya itu tetap saja haram. Dalam hal alkohol, pedagangnya termasuk salah satu dari 10 subjek yang dilaknat oleh Rasulullah karena keterlibatannya dalam minuman keras. Seorang pengusaha jasa pelacuran, misalnya, perolehannya haram meskipun ia tidak terlibat pelacuran secara langsung. Penghasilan seorang dokter praktik pada dasarnya adalah halal, tetapi bisa menjadi haram apabila itu ia peroleh dari praktik aborsi yang dilarang.
Masih banyak bisnis produk barang dan jasa yang haram dan harus dihindari karena terkait dengan kemaksiatan atau kejahatan. Rasulullah bersabda,

Daging apa pun yang tumbuh dari (makanan atau minuman) yang haram, maka nerakalah yang paling pantas baginya. (Riwayat al-Baihaqi dari Abū Bakar).Seperti telah diuraikan sebelumnya, Allah melalui Alquran memerintahkan manusia untuk makan makanan yang halal dan baik (ṭayyib). Perintah tersebut mengisyaratkan bahwa makanan yang baik adalah yang memenuhi dua kriteria ini. Makanan yang halal dan baik dipastikan memberi manfaat bagi yang mengonsumsinya. Kriteria baik (ṭayyib) tersebut meliputi banyak faktor, di antaranya nilai gizi makanan, kecukupan gizi, serta keamanan makanan. Untuk memahami kriteria ini diperlukan ilmu pengetahuan, baik ilmu pangan maupun ilmu kesehatan. Adapun kriteria halal dan juga antonimnya yakni haram, Allah-Iah yang menentukannya. Ketentuan itu tertulis dengan jelas dalam Alquran dan hadis Rasulullah. Pada hakikatnya, semua makanan karunia Allah di bumi ini adalah halal, kecuali yang dilarang. Makanan yang dilarang atau haram inilah yang harus dipahami selanjutnya.
MAKANAN YANG DIHARAMKAN
Haram menurut Alquran dan Hadis
Pada dasarnya segala sesuatu yang ada di bumi ini dihukumi halal berdasarkan pada pemahaman terhadap Surah al-Baqarah/2: 29,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ۝

Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 29)
Ayat ini mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu di bumi untuk manusia. Informasi ini sekaligus merupakan isyarat bahwa apa saja yang diciptakan itu merupakan sesuatu yang boleh dimanfaatkan oleh manusia. Termasuk dalam hal ini adalah kebolehan mengonsumsi sesuatu yang memang layak untuk dimakan. Ayat yang senada dengan petunjuk Allah di atas dapat dijumpai pada Surah al-Jāṡṡiyah/45: 13,

وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِّنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ۝

Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. (Alquran, Surah al-Jāṡṡiyah /45: 13)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menundukkan semua makhluk ciptaan-Nya, baik yang ada di langit maupun bumi untuk dipergunakan dan dimanfaatkan oleh manusia yang diberi tugas sebagai khalifah di bumi. Semua ciptaan dan kebolehan dalam memanfaatkannya merupakan rahmat yang memang dianugerahkan kepada manusia sebagai mahluk-Nya yang terunggul.
Di antara bentuk pemanfaatan terhadap apa yang ada di langit dan di bumi adalah kebolehan untuk mengonsumsi makanan. Tentunya hal ini bila berkaitan dengan makanan dan minuman yang memang layak untuk dikonsumsi. Adapun yang berkaitan dengan ciptaan lain, seperti air, udara, mineral, dan panas matahari, maka pemanfaatan itu terkait dengan penggunaannya bagi kepentingan manusia dalam melaksanakan tugas-tugas kekhalifahannya.
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa sesungguhnya semua makanan yang disediakan Allah itu, sebelum datangnya ketentuan dari Allah, pada dasarnya dihukumi halal. Manusia sendiri yang kemudian tersesat sehingga berinisiatif menetapkan sebagiannya halal dan sebagian yang lain haram. Allah menginformasikan hal tersebut dalam Surah Yūnus/10: 59,

قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا أَنزَلَ اللَّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ ۖ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ۝

Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.” Katakanlah, “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah?” (Alquran, Surah Yūnus/10: 59)
Ayat ini berisi kritikan Allah terhadap kaum musyrik yang mengingkari kebenaran wahyu dan kerasulan Nabi Muhammad. Di antara yang mereka ingkari adalah yang berkaitan dengan rezeki karunia Allah. Semua yang ada merupakan ciptaan-Nya. Demikian pula yang terkait dengan rezeki yang menjadi sumber kehidupan mereka, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan. Allah saja yang berhak menetapkan halal dan haramnya rezeki itu, bukan manusia yang hanya diposisikan sebagi pemanfaatnya. Sebagian dari mereka menetapkan kehalalan atau keharaman suatu makanan berdasarkan keinginan semata, tanpa didukung oleh dalil yang sah. Dengan berbuat demikian mereka dapat dianggap telah melakukan kezaliman terhadap hak Allah.
Ketetapan Allah bahwa semua makanan yang ada di muka bumi pada dasarnya dihukumi halal dapat pula dipahami dari ayat yang berbicara tentang Bani Israil, yaitu Surah Āli ‘Imrān/3: 93,

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَىٰ نَفْسِهِ مِن قَبْلِ أَن تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ ۗ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ۝

Semua makanan itu halal bagi Bani lsrail, kecuali makanan yang diharamkan oleh lsrail (Yakub) atas dirinya sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah (Muhammad), “Maka bawalah Taurat lalu bacalah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Alquran, Surah Āli ‘Imrān/3: 93)
Ayat ini menerangkan bahwa semua makanan itu dihalalkan bagi Bani Israil dan juga bagi para nabi dan umat sebelumnya. Namun demikian, dalam kisahnya, Nabi Yakub, yang digelari Israil, ternyata telah mengharamkan beberapa makanan untuk dirinya sendiri. Pengharaman ini disebabkan oleh penyakit yang dideritanya dan mengharuskan beliau untuk menghindarinya. Apabila ia memaksakan diri untuk memakannya maka ia yakin penyakitnya akan semakin parah. Di antaranya makanan yang dipantang Nabi Yakub adalah daging unta.
Pantangan yang disebabkan penyakit ini ternyata dianggap oleh sebagian Bani Israil sebagai ketetapan syariat sehingga mereka ikut mengharamkannya. Perilaku demikian, yaitu mengharamkan sesuatu yang sesungguhnya dihalalkan, dinilai sebagai salah satu bentuk kezaliman atau pelanggaran. Karena sebab ini mereka mendapat hukuman tidak boleh mengonsumsi makanan tertentu, yang sebelumnya merupakan sesuatu yang halal. Penjelasan demikian dapat ditemukan pada Surah an-Nisā’/4: 160,

فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا۝

Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan. (Alquran, Surah an-Nisā’/4: 160)
Kezaliman pada ayat ini ditafsirkan sebagai upaya mereka mengharamkan makanan yang sesungguhnya dihalalkan. Disebut kezaliman karena hanya Allah yang mempunyai otoritas dalam penetapan syariat, bukan manusia. Karena kaum Yahudi telah melakukan pelanggaran ini, maka kemudian mereka dihukum dengan datangnya firman Tuhan yang mengharamkan atas mereka beberapa jenis makanan yang sebelumnya halal. Makanan apa saja yang diharamkan diharamkan bagi mereka dapat kita jumpai penjelasannya dalam Surah al-An‘ām/6: 146,

وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ ۖ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ۚ ذَٰلِكَ جَزَيْنَاهُم بِبَغْيِهِمْ ۖ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ۝

Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar. (Alquran, Surah al-An‘ām/6: 146)
Ayat ini menjelaskan adanya beberapa jenis binatang dan makanan yang diharamkan bagi orang Yahudi, yaitu binatang yang berkuku, yakni binatang-binatang yang jari-jarinya tidak terpisah antara satu dengan yang lain, seperti unta, itik, angsa, dan lainlain. Sebagian mufasir mengartikan żī ẓufur dengan hewan yang berkuku satu, seperti kuda, keledai, dan lain-lain. Pengharaman ini adalah sebagai akibat kedurhakaan mereka, yaitu mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah.
Mengharamkan sesuatu, termasuk makanan, harus berdasarkan ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya, yakni melalui Alquran dan Sunah. Selanjutnya perlu juga dipahami bahwa pengharaman suatu makanan oleh Allah dan rasul-Nya sudah tentu didasarkan pada kepentingan dan kondisi manusia itu sendiri. Yang demikian ini karena ada beberapa makanan yang dapat berdampak negatif terhadap jasmani maupun rohani mereka. Makanan-makanan yang diharamkan menurut ketetapan syariat dapat ditemukan dalam berbagai ayat, di antaranya Surah al-An‘ām/6: 145,

قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝

Katakanlah,”Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi-karena semua itu kotoratau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. (Alquran, Surah al-An‘ām/6: 145)
Ayat ini menjelaskan perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk mengritik sikap orang-orang musyrik yang tidak benar tentang makanan. Pada saat itu mereka sering menetapkan kehalalan atau keharaman makanan berdasarkan keinginan sendiri, sesuatu yang mestinya merupakan hak prerogatif Tuhan. Dalam ayat ini Rasulullah diminta untuk menyampaikan, sesuai dengan wahyu yang diterimanya, bahwa makanan yang diharamkan itu terdiri dari empat macam, yaitu:
  1. Hewan mati (bangkai), yakni hewan yang tidak disembelih sesuai dengan aturan syariat, misalnya hewan yang mati karena sakit, tercekik, terpukul, terjatuh, dan sebagainya.
  2. Darah yang mengalir, atau yang keluar dari tubuh hewan yang disembelih, atau karena luka, dan lain sebagainya.
  3. Daging babi, demikian pula semua bagian tubuhnya, seperti bulu, kulit, tulang, susu, dan lemak.
  4. Binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, seperti yang disembelih dengan menyebut nama berhala atau yang dipersembahkan kepada selain Allah.
Bangkai Kambing
Ayat senada yang juga menjelaskan perihal makanan-makanan yang diharamkan adalah firman Allah dalam Surah al-Mā’idah/5: 3,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembeIih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 3)
Ayat ini menerangkan hewan apa saja yang diharamkan untuk dikonsumsi. Ditilik secara saksama, sesungguhnya yang disebut pada ayat ini adalah unsur-unsur yang telah dipaparkan pada ayat sebelumnya. Dengan demikian, tuntunan agama ini telah sedemikian jelas dan terinci menerangkan jenis-jenis makanan, terutama yang berasal dari hewan yang diharamkan.
Selain tuntunan Alquran, sumber lain yang dijadikan rujukan untuk menetapkan keharaman makanan adalah sabda-sabda Rasulullah. Melalui beberapa hadisnya beliau menginformasikan jenis makanan apa saja yang diharamkan untuk dikonsumsi umat Islam. Di antara hadis itu adalah,
Nabi melarang (umatnya) mengonsumsi daging keledai piaraan, tepat ketika Perang Khaibar terjadi. (Riwayat al-Bukhāri dari Ibnu ‘Umar)
Secara eksplisit hadis ini menerangkan keharaman mengonsumsi daging keledai piaraan. Bisa jadi pengharaman ini disebabkan fungsi hewan ini sebagai alat transportasi penting yang dapat dimanfaatkan manusia dalam segala aktivitasnya. Mengingat hal ini, tidaklah lazim bila hewan yang demikian berjasa dalam membantu kegiatan manusia, kemudian disembelih untuk dimakan. Hadis lain yang juga berisi keterangan tentang makanan-makanan yang diharamkan adalah,
Nabi melarang (umatnya) mengonsumsi daging binatang buas jenis apa pun yang memiliki taring, demikian pula burung-burung yang memiliki cakar tajam. (Riwayat Muslim dari Ibnu ‘Abbās)
Hadis ini menjelaskan bahwa semua binatang buas yang bertaring dan burung yang memiliki cakar adalah beberapa dari makanan-makanan yang diharamkan. Pengharaman ini didasarkan pada kenyataan bahwa kedua jenis hewan ini adalah pemakan daging yang mungkin juga bangkai.

  • Sebab Diharamkannya Makanan Tertentu
Tuntunan Alquran sangat lengkap. Bila Alquran menganjurkan atau melarang sesuatu pasti diterangkan pula sebab dan akibatnya. Demikian halnya ketika ada di antara ayat-ayatnya memberi informasi tentang larangan atau pengharaman makanan tertentu. Hal demikian dimaksudkan agar petunjuk yang terkandung dalam ayat-ayatnya dapat dipahami secara tuntas. Tanpa penjelasan tentang alasan pengharaman dan akibat yang dapat terjadi bagi yang melanggar larangan itu, tentu informasi yang dikandungnya masih menyisakan pertanyaan dari pembacanya.
Kita ambil contoh makanan-makanan yang disebut pada ayat-ayat di atas. Allah menjelaskan keharaman bangkai hewan yang mati dengan sendirinya. Hewan mati bisa biasanya disebabkan oleh suatu penyakit. Kenyataan ini sudah menjadi alasan kuat mengapa ia diharamkan, bahwa hewan yang mati akibat penyakit tentu saja akan membahayakan siapa pun yang mengonsumsinya. Bukan tidak mungkin penyakit itu akan menulari pemakannya. Ayam yang mati akibat flu burung, misalnya, dapat menularkan penyakit kepada ayam yang lain bahkan kepada manusia yang memakannya.
Daging babi diharamkan sebab berbagai alasan. Beberapa ahli menyebutkan bahwa hewan ini jorok dan suka memakan kotoran, suatu barang yang najis. Keadaan ini pasti berpengaruh pada kesehatan daging dan unsur-unsur lain yang ada padanya. Bila kesehatannya saja diragukan maka dagingnya pun diragukan kebaikannya. Karena itu, mengonsumsi babi pasti hanya akan mendatangkan dampak negatif. Alasan yang demikian ini membuat pengharaman babi menjadi sesuatu yang logis. Dalam Tafsīr al-Marāgi disebutkan bahwa karena jorok dan menyukai makanan dan tempat yang kotor, maka wajar bila babi diharamkan.
Sejalan dengan keterangan di atas, M. Quraish Shihab, mengutip dari buku Tarīm al-Khinzīr fī al-Islām karya Fārūq Musāhil, menjelaskan bahwa pengharaman babi bisa juga dikarenakan hewan ini mengandung sekian banyak jenis kuman dan cacing yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Selain itu, lemak babi mengandung asam lemak jenuh di antaranya trigliserida yang berbahaya bagi kesehatan. Kandungan kolesterol pada babi sangat tinggi, dapat mencapai 15 kali lipat dari yang terkandung dalam daging sapi. Demikian analisis yang dikemukakan para ahli dalam memaparkan kandungan berbahaya pada daging babi dan unsur-unsur lain yang terkait.
Daging Babi
Sementara itu, keharaman daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah atau disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala sangat terkait dengan masalah tauhid. Islam dibangun di atas pondasi tauhid sehingga semua aktivitas kehidupan mesti dilandaskan pada pondasi ini. Demikian halnya dalam soal penyembelihan hewan yang diperuntukkan sebagai bahan makanan. Bila hewan disembelih atas nama selain Allah maka hal ini akan mencederai ajaran tauhid. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sejatinya pengharaman hewan yang disembelih atas nama selain Allah adalah dalam rangka memurnikan tauhid.
Adapun pengharaman hewan-hewan yang mati tercekik, terjatuh, tertanduk oleh binatang lain, mati karena terpukul, dan sebagainya, alasan pengharamannya dapat disamakan dengan hewan yang mati dengan sendirinya atau bangkai. Ini wajar karena hewan itu telah mati akibat peristiwa yang menimpanya. Setelah mati metabolisme pada hewan akan terhenti, yang itu menyebabkan bangkitnya berbagai kuman penyakit yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, pengharamannya menjadi sesuatu yang logis dan dapat diterima oleh nalar. Namun demikian, seandainya ada hewan sehat mati terpukul, darah dimasak hingga bebas bakteri, atau babi dijaga kebersihan makanan dan tempat hidupnya, maka itu semua tetaplah haram. Perlu pula dipahami bahwa pengharaman makanan bagi umat Islam ditujukan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Ini berbeda dari pengharaman beberapa makanan atas orang Yahudi, di mana pengharaman itu merupakan suatu bentuk hukuman dari Allah atas kelancangan mereka (lihat Surah al-An‘ām/6: 146).
  • Makanan Haram di Masyarakat
Masyarakat Indonesia sangat plural, di mana umat Islam yang jumlahnya mayoritas (Iebih dari 80%) hidup berdampingan dengan umat beragama lain, seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Karena itulah di masyarakat atau di pasaran kita dapat dengan mudah menemukan makanan umat-umat lain yang haram menurut syariat Islam. Untuk itu umat Islam mesti memilih makanan yang halal, yang sejalan dengan syariat agama mereka. Beberapa makanan berikut dihukumi haram dan wajib dihindari.

  • Campuran Daging Babi
Daging Babi
Daging babi yang dijajakan di pasar atau supermarket cukup mudah dibedakan dari daging sapi atau kambing. Dengan memperhatikan kemasannya saja kita sudah bisa mendapat informasi daging apa yang ada di dalamnya. Mencampur daging babi dengan daging sapi atau kambing agak jarang terjadi. Pembeli juga mudah membedakannya dari aspek warna dan tekstur daging.
Keadaan akan menjadi sulit ketika daging babi dicampur ke dalam makanan, seperti sosis atau bakso. Sosis adalah produk makanan yang menarik karena rasa dan teksturnya yang halus serta mudah dimasak. Sosis dapat dibuat dari daging sapi, babi, ayam, atau bahkan ikan. Sosis daging sapi adalah menu rumah tangga yang digemari, terutama di Australia. Meski dikatakan sebagai sosis daging sapi, tetapi dari kunjungan ke sebuah pabrik sosis yang cukup besar di sana, diketahui bahwa sosis itu tidak selalu dibuat dari daging sapi murni. Di sana sosis dibuat dari potongan-potongan kecil daging yang tak berbentuk, dicampur dan digiling menjadi daging halus untuk selanjutnya dibuat sosis. Dalam proses pengumpulannya, daging- daging kecil tersebut, baik disengaja atau tidak, tercampur dengan daging dari hewan lain, misalnya babi. Menurut pengelola, kedua jenis daging tersebut tidak perlu dipisahkan karena sifatnya sama, yakni mudah digiling dan dibentuk. Pencampuran kedua jenis daging ini tidak dimaksudkan untuk mencederai umat Islam, tentu tidak semua sosis dibuat dengan campuran bahan seperti ini, tetapi pengalaman ini dapat dijadikan pelajaran bagi umat Islam untuk lebih hati-hati dalam mengonsumsi produk olahan daging, seperti sosis. Ketika membeli sosis impor atau produk dalam negeri, pembeli sebaiknya memperhatikan sertifikat halal dari LPPOM-MUI, suatu lembaga yang diberi tugas oleh pemerintah untuk melakukan sertifikasi kehalalan makanan dan minuman.
Kondisi akan bertambah rumit apabila unsur-unsur babi, baik daging, tulang, atau lemaknya dicampur dalam pembuatan atau pemasakan bakso, sebab adanya unsur-unsur babi di dalam bakso akan menjadikan rasa dan aromanya lebih enak. Penjual biasanya mengatakan jualannya halal karena berlabel bakso sapi. Pada kondisi semacam ini, umat Islam perlu berhati-hati dalam memilih warung atau rumah makan. Akan lebih mudah tentunya apabila warung atau rumah makan juga mendapat sertifikat halal dari LPPOM-MUI.

  • Darah Beku: Saren atau Marus
Saren atau marus adalah darah beku yang diperoleh dari penyembelihan hewan atau dikumpulkan dari abatoar. Darah yang telah membeku bersifat kenyal dan dapat dipotong dadu atau menjadi bentuk lainnya. Pemasakan atau penggorengan akan menghasilkan makanan yang menarik dengan warna coklat, mirip hati sapi. Saren atau marus banyak disajikan di beberapa restoran bersama tempe dan tahu goreng.
Kita dapat membedakan saren atau marus dari hati sapi goreng dari aspek bentuk, tekstur, dan rasanya. Pengusaha rumah makan atau restoran muslim perlu disadarkan bahwa menjual saren adalah hal yang dilarang. Bila pemanfaatan darah menjadi bahan makanan diharamkan, maka setidaknya ada dua metode dalam pemanfaatannya yang tidak dilarang. Pertama, saren bisa dijadikan makanan ikan karena mengandung protein. Kedua, karena amat mudah busuk darah dapat digunakan untuk mempercepat proses pembusukan sampah dalam pembuatan pupuk organik.

  • Daging Ular
Banyak warung atau rumah makan khusus yang menyajikan makanan daging ular hasil buruan, misalnya piton, kobra, dan lainnya. Binatang melata ini termasuk binatang bertaring yang diharamkan, sesuai hadis Rasulullah yang telah disebutkan sebelumnya.
Berbagai alasan dikemukakan oleh mereka yang suka mengonsumsi daging ular, mulai dari menjaga vitalitas, meningkatkan kemampuan seksual, hingga mempercepat pembekuan darah pasien operasi. Sebetulnya kita tidak perlu mengonsumsi ular yang diharamkan untuk mendapat tujuan-tujuan di atas karena dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan atau vitamin yang halal. Di samping itu, perburuan ular yang masif sangat mengganggu keseimbangan ekosistem di alam. Menyusutnya populasi ular yang merupakan predator alami tikus membuat populasi tikus meledak, suatu kondisi yang tentu berdampak buruk pada bidang pertanian.

  • Daging Anjing
Beberapa warung menyediakan daging anjing. Konsumennya biasanya berasal dari suku tertentu. Anjing bukanlah makanan bagi umat Islam karena termasuk binatang bertaring yang diharamkan oleh hadis Rasulullah.
Masih ada daging lain yang sehat dan dihalalkan, seperti kambing, biri-biri, atau sapi yang kehidupan atau makanannya lebih bersih. Bila anjing dikonsumsi seseorang untuk meningkatkan kemampuan seksualnya maka sesungguhnya ada banyak obat halal dapat direkomendasikan kepadanya.

  • Hewan yang diragukan kehalalannya
Banyak hewan-hewan lain, yang diragukan status halal-haramnya, yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat, misalnya bekicot, katak, serangga, cacing, dan lain-lain. Umat Islam sebaiknya mengacu kepada keputusan LPPOM-MUI yang dengan fatwanya telah memberi petunjuk dalam memilih makanan halal dan menghindari makanan haram. Sebagai alternatif, mereka bisa mengonsumsi ikan laut, cumi-cumi, dan tripang yang lebih enak dan terjamin kehalalannya.

  • Teknik Penyembelihan Hewan
Metode penyembelihan binatang ternak seperti sapi dan ayam di negara-negara maju berbeda dengan apa yang disyariatkan oleh Islam. Dalam Islam, daging ternak adalah halal apabila disembelih dengan nama Allah dan menjadi haram bila disembelih atas nama selain Allah.
Dilihat dari cara penyembelihan, daging hewan ternak menjadi haram apabila disembelih untuk sesaji atau atas nama selain Allah. Ini dapat dimengerti karena pada hakikatnya Allah-Iah yang menciptakan binatang tersebut, bukan manusia apalagi berhala. Di negeri kita penyembelihan hewan kebanyakan mengikuti syariah, di mana hewan disembelih dengan mengucapkan basmalah, tetapi tidak mesti demikian adanya di luar negeri. Di negara-negara maju, untuk memotong ayam mereka menggunakan mesin otomatis, di mana deretan ayam digantung terbalik (kepala di bawah) dan berjalan otomatis melewati pisau pemotong yang berputar.
Cara ini memang efisien karena hanya dalam hitungan jam saja ribuan ayam dapat disembelih, meski ia menyisakan masalah bagi umat Islam karena ayam-ayam itu tidak disembelih baik dengan nama Allah (basmalah) maupun atas nama selain Allah, melainkan murni untuk tujuan diperdagangkan. Karenanya, metode penyembelihan seperti ini menjadikan status kehalalan ayam tersebut dipertanyakan oleh umat Islam di luar negeri. Ada yang menganggap haram sehingga mereka mencari daging ayam yang benar-benar disembelih dengan nama Allah. Daging ayam yang demikian ini sukar diperoleh. Andaikan diperoleh, harganya lebih mahal dan kualitas dagingnya tidak sebagus yang disembelih dengan mesin. Ada pula sebagian umat Islam yang mengonsumsi daging ayam yang disembelih secara modern ini dengan mengucapkan bismillāhirramānirraḥīm sebelum memakannya. Mereka beranggapan bahwa keberadaan mereka di luar negeri bersifat darurat dan daging sembelihan Ahli Kitab (Nasrani) boleh dimakan, apalagi setelah mereka mengucapkan asma Allah sebelum mengonsumsinya. Dalam rangka menjawab keraguan umat Islam tersebut, akhir-akhir ini perusahaan pemotongan ayam mendatangkan ustaz atau orang Islam untuk mengucapkan basmalah ketika mesin pemotong mulai dijalankan. Ini dilakukan karena mustahil mengucapkan basmalah untuk setiap ayam yang terpotong mengingat kecepatan potong mesin itu amat tinggi.
Seperti halnya ayam, proses penyembelihan sapi di luar negeri juga dilakukan cara yang berbeda dari apa yang lazim kita jumpai di Indonesia. Mereka menganggap penyembelihan secara langsung cukup menyakitkan bagi hewan tersebut. Sebagai alternatif mereka berusaha membuat binatang besar seperti sapi dan kerbau pingsan sebelum disembelih. Mulanya usaha ini dilakukan dengan metode suntik, tetapi akhir-akhir ini dilakukan dengan cara memukulkan benda tumpul ke kepala sapi atau kerbau sebelum disembelih. Selanjutnya, dilakukanlah proses penyetruman yang membuat alur daging lurus dan empuk. Kita sebagai manusia sebetulnya masih perlu mempertanyakan apakah pemukulan tersebut mengurangi atau malah mendatangkan rasa sakit dalam bentuk lain kepada objek yang hendak disembelih. Perlu juga diwaspadai jangan-jangan sapi atau kerbau itu justru sudah mati akibat dipukul, sebelum sempat disembelih. Bila demikian adanya maka hewan tersebut sudah pasti dihukumi haram, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada Surah al-Mā’idah/5: 3 berikut

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 3)
Anggap saja hewan itu memang mati akibat disembelih, tapi apakah penyembelihan itu dilakukan atas nama Allah atau tidak, menjadi persoalan berikutnya. Pilihan untuk mengonsumsi atau tidak daging hewan yang disembelih dengan cara demikian ada di tangan setiap individu muslim. Sebagian dari kita enggan mengonsumsinya sama sekali, sebagian yang lain mau mengonsumsi dengan lebih dahulu mengucapkan basmalah, dan sebagian lagi meyakini kehalalannya karena sembelihan Ahli Kitab adalah halal (al-Mā’idah/5: 5). Dewasa ini teknologi penyembelihan macam ini telah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, adalah tugas pemerintah atau MUI untuk menjelaskan status kehalalan sistem penyembelihan itu, yang bisa menjadi pegangan bagi umat Islam di Indonesia.

MINUMAN YANG DIHARAMKAN: ALKOHOL
  • Alkohol Ditinjau dari IImu Kimia
Alkohol, yang dikenal sebagai minuman keras, sesungguhnya adalah etanol yang mempunyai rumus molekul C₂H₅OH. Senyawa lain jenis alkohol dengan hanya satu karbon adalah metanol atau CH₃OH atau yang dikenal sebagai spiritus, yang oleh masyarakat digunakan sebagai bahan bakar. Alkohol dengan homolog lebih tinggi di antaranya propanol (C₃H₇OH), butanol (C₄H₉OH), pentanol (C₅H₁₁OH), dan seterusnya. Dari sekian banyak jenis alkohol, yang paling dikenal oleh masyarakat adalah etanol yang biasa disebut secara sederhana sebagai alkohol. Jenis alkohol ini adalah satu-satunya yang biasa diminum, yakni sebagai minuman keras yang memabukkan. Metanol yang sering tercampur dalam pesta alkohol, mempunyai bau yang sama dengan alkohol (etanol) tetapi metanol amat beracun bagi saraf mata, bahkan dalam dosis tertentu dapat mematikan. Sebagai minuman yang memabukkan, alkohol dapat dibuat dari semua jenis sumber karbohidrat, seperti kurma, anggur, nanas, gandum, ketan, singkong, dan lain-lain. Pembuatan alkohol dari sumber karbohidrat di atas dilakukan dengan fermentasi menggunakan ragi. Jasad renik inilah yang merubah kabohidrat menjadi alkohol.

Kabohidrat                            ——+ragi→                                      C₂H₅OH

Keberadaan ragi amat penting. Secara alami ragi terdapat dalam udara, sehingga jus buah yang kita biarkan begitu saja dalam udara terbuka akan berubah menjadi etanol, ditengarai dari bau alkohol yang tercium darinya. Bila terus dibiarkan, ia akan teroksidasi menjadi asam asetat atau asam cuka.

C₂H₅OH + O₂       →           CH₃COOH (asam cuka) + H₂O

Kurma, anggur, nanas, gandum, singkong, dan ketan pada dasarnya halal, tetapi begitu mereka menjadi alkohol maka ia hukumnya menjadi haram. Berita baiknya adalah bahwa apabila alkohol itu teroksidasi menjadi asam cuka, maka ia kembali halal. Allah berfirman dalam Surah an-Naḥl/16: 67, menyinggung secara implisit keharaman minuman yang memabukkan, menyebutnya bukan sebagai rezeki yang baik (penegasan keharamannya disebutkan dalam ayat lain, yakni al-Mā’idah/5: 90-91).

وَمِن ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ۝

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti. (Alquran, Surah an-Naḥl/16: 67)
Tentang alkohol (etanol) sebagai minuman keras, buku Tafsir IImi seri Tumbuhan (2011) telah membahas sejarah minuman haram ini secara lebih detail, termasuk budaya minum alkohol orang-orang zaman dulu dan dampak buruknya. Dalam keterkaitannya dengan masalah makanan dan minuman, tulisan ini akan membahas alkohol dari aspek ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, dan kesehatan sebagai ayat-ayat kauniyah yang amat erat hubungannya dengan ayat-ayat dalam Alquran.
  • Ayat Alquran dan Hadis tentang Alkohol
Berbeda dari ayat-ayat yang mengharamkan secara langsung beberapa makanan seperti darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak dengan nama Allah, ayat-ayat tentang keharaman alkohol diturunkan secara gradual. Ini karena minum alkohol telah menjadi tradisi masyarakat Arab pra-Islam. Pentahapan tersebut merupakan suatu proses pendidikan bagi masyarakat untuk sedikit-demi sedikit meninggalkan kebiasaan buruk minum alkohol dengan kesadaran yang berlandaskan ilmu pengetahuan. Ayat yang pertama sekali turun menyebut alkohol adalah firman Allah,

وَمِن ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ۝

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti. (Alquran, Surah an-Naḥl/16: 67)
Pada ayat ini Allah menyebut kebiasaan manusia dalam memanfaatkan buah kurma dan anggur, yaitu menjadi bahan baku minuman yang memabukkan dan menjadi rezeki yang baik. Keduanya dipisahkan oleh kata penghubung “dan”. Ini menunjukkan bahwa keduanya adalah entitas yang berbeda. Dengan demikian, kita bisa menangkap pesan bahwa “minuman yang memabukkan” bukanlah “rezeki yang baik”. Pesan ini merupakan pondasi yang pertama sekali bagi pentahapan pengharaman khamar (alkohol).
Berikutnya turunlah ayat yang menjelaskan baik-buruknya alkohol, yakni Surah al-Baqarah/2: 219,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ۝

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 219)
Ayat di atas pada hakikatnya hendak memberitahu bahwa khamar (alkohol) mempunyai banyak mudarat, meski ada juga manfaat yang bisa didapat darinya. Manfaat itu misalnya berupa kemampuan alkohol untuk menghangatkan tubuh, karena ia adalah sumber energi.
Tahap pengharaman khamar berlanjut ke arah larangan salat dalam kondisi mabuk. Artinya, masih ada keringanan bagi umat Islam pada waktu itu untuk meminum khamar di luar waktu-waktu ini. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ۝

Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan. (Alquran, Surah an-Nisā’/4: 43)
Ayat ini meski belum jelas-jelas mengharamkan khamar, tetapi ia telah menunjukkan bahwa mabuk akibat minum alkohol tidak boleh berdampingan dengan salat. Mabuk dapat membuat memori kacau, sedangkan salat mengharuskan seseorang untuk memusatkan perhatian dan ingatannya kepada Allah. Di sinilah pentingnya aspek pendidikan bagi mereka yang mencintai salat, bahwa secara sadar mereka harus mulai meninggalkan minuman alkohol. Namun, tidak semua umat waktu itu punya kesadaran penuh untuk meninggalkan khamar. Karena itu turunlah firman Allah dalam Surah al-Mā’idah/5: 90-91 yang berisi perintah untuk meninggalkan khamar sama sekali, baik secara suka rela maupun terpaksa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ۝ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ۝

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti? (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 90-91)
Ayat di atas merupakan pernyataan final tentang keharaman meminum alkohol. Masyarakat muslim yang telah tertanam akidahnya serta kecintaannya kepada Allah dan Rasul menyambut perintah itu dengan sami‘nā wa aa‘nā -kami dengar dan kami patuh. Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa setelah ayat ini disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabat, mereka cepat-cepat menumpahkan semua khamar yang mereka punyai sehingga jalanan Madinah banjir oleh khamar.
Khamar pada masa Rasulullah pada umumnya terbuat dari anggur. Untuk mencari kejelasan status khamar yang terbuat dari bahan baku lain, seperti jelai, gandum, atau bahkan kurma, para sahabat pun bertanya kepada Rasulullah. Menjawab pertanyaan itu Rasulullah menjawab dengan tegas,
Apa saja yang memabukkan ada/ah khamar, dan apa saja yang memabukkan hukumnya haram. (Riwayat Muslim dari Ibnu ‘Umar )
Sungguh, khamar itu bisa berasal dari (perasan) anggur, kismis, kurma, gandum, jelai, maupun jagung. Sungguh, aku melarang kalian mendekati apa saja yang memabukkan. (Riwayat Abū Dāwūd dan Ibnu ibbān dari an-Nu‘mān bin Basyīr)
Secara ilmiah hadis di atas dapat dibenarkan karena apa pun sumber karbohidrat yang difermentasi akan menghasilkan alkohol yang sama, yakni etanol (C₂H₅OH).
Tidak hanya bertanya soal bahan baku khamar, para sahabat juga bertanya tentang hukum meminum alkohol dalam kadar yang tidak membuat mabuk. Lagi-lagi dengan tegas Rasulullah menjawab,
Apa saja yang (bila dikonsumsi) dalam kadar banyak dapat memabukkan, maka (mengonsumsinya) dalam kadar sedikit pun hukumnya haram. (Riwayat Aḥmad , Abū Dāwūd, at-Turmużi, dan Ibnu Mājah dari Jābir bin ‘Abdullāh)
Penjelasan ini dibenarkan oleh fakta bahwa alkohol mempunyai sifat adiktif atau membuat ketagihan. Bermula dari minum sedikit, seseorang lama-kelamaan akan mencoba minum lebih banyak, dan akhirnya mabuk. Begitu tegasnya Islam mengharamkan khamar sampai-sampai dalam sabdanya Rasulullah melaknat semua orang yang terlibat dalam minuman keras.
Terkait khamar, Rasulullah melaknat sepuluh orang: pemerasnya, orang yang mempekerjakan orang lain untuk memerasnya, peminumnya, pembawanya, orang yang meminta orang lain untuk menyajikan khamar, penuangnya, penjualnya, orang yang memakan uang hail penjualannya, pembelinya, dan orang yang dibelikan untuknya. (Riwayat at-Turmużi dan Ibnu Mājah dari Anas bin Malik)
Ayat-ayat dan hadis-hadis di atas menunjukkan betapa tegas Islam melarang umatnya minum khamar atau bahkan sekadar terlibat dalam pekerjaan apa saja yang terkait dengannya. Ini menunjukkan bahwa alkohol sangat berbahaya bagi kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Mengingat masih banyak umat Islam yang tetap minum alkohol, bahkan para pelajar SMA, SMP, dan SD serta para pemuda, maka diperlukan pengetahuan untuk memahami baik buruknya alkohol sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Baqarah/2: 219. Kini ilmu pengetahuan sudah cukup maju untuk dapat menjelaskan baik manfaat maupun mudaratnya. Dengan demikian, terutama generasi muda Islam dapat menjauhi alkohol agar tidak menghancurkan diri dan masa depan mereka sendiri. Pengetahuan ini juga penting bagi umat Islam secara lebih luas yang berbisnis, berdagang, atau menjadi agen minuman keras atau bahkan produsen alkohol. Diharapkan mereka akan sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu bentuk upaya membantu menyuburkan konsumsi minuman keras, yang itu berarti turut andil dalam berbuat dosa.

Manfaat Alkohol bagi Manusia
  • Minuman sumber energi
Alkohol atau etanol adalah sumber energi bagi tubuh manusia sebagaimana karbohidrat, lemak, dan protein. Alkohol bahkan jauh lebih mudah dicerna sehingga cepat menghangatkan tubuh yang kedinginan. Energi alkohol, meskipun tidak sebesar lemak atau minyak, cukup tinggi, yakni 7 kal/g, lebih tinggi daripada karbohidrat atau protein (4 kal/g).
Meski demikian, energi yang besar ini tidak mengandung gizi layaknya protein, vitamin, dan mineral. Karena itu alkohol disebut empty calory atau sumber kalori yang kosong. Itu berarti bahwa alkohol dapat memberikan energi cukup, tetapi tidak bergizi. Energi yang kosong inilah yang nantinya dapat menimbulkan masalah kesehatan, yakni obesitas, malnutrisi, dan lain-lain. Meskipun tidak secepat alkohol dalam metaboIisme menjadi energi, madu, sirop fruktosa, atau berbagai jus buah dapat dijadikan alternatif sumber energi yang halal dan menyehatkan.
  • Pelarut
Bahan-bahan kimia termasuk obat-obatan dan vitamin mempunyai kelarutan yang berbeda-beda dalam air atau dalam pelarut organik. Air disebut pelarut polar dan ia akan melarutkan bahan polar, seperti gula, garam, vitamin B dan C, serta berbagai mineral. Adapun pelarut organik seperti heksana, benzena, dan toluena disebut senyawa nonpolar dan hanya melarutkan senyawa nonpolar, seperti lemak dan vitamin A, D, dan E. Kondisi ini disebut hukum like dissolves like.
Selain itu, ada banyak bahan kimia yang bersifat antara polar dan nonpolar, misalnya pengawet asam benzoat yang larut dalam air dan pelarut organik. Alkohol (etanol) juga bersifat polar dan nonpolar. Alkohol larut baik dalam pelarut air maupun organik nonpolar. Tidak saja mudah larut, etanol juga mudah melarutkan bahan obat-obatan yang bersifat polar dan nonpolar. Karena itu tidak heran bila alkohol mudah kita jumpai dalam berbagai jenis obat-obatan, seperti obat kumur dan obat luka. AIkohol juga banyak digunakan untuk pelarut bahan pengharum, fragrance, pembuatan aerosol, dan pelarut zat warna.

  • Disinfektan
Penggunaan alkohol sebagai pelarut obat kumur dan luka amat baik karena ia sendiri bersifat disinfektan, sebagai pembunuh bakteri. Larutan alkohol dapat dijadikan larutan disinfektan (kadar 70%), pencuci tangan, dan sterilisasi peralatan bedah (operasi).

  • Energi alternatif
Kini dunia banyak berpikir mengenai perlunya energi alternatif minyak dan gas bumi, dua jenis energi fosil yang tidak terbarukan. Alkohol menjadi piIihan karena mudah diproduksi dan dijumpai bahan bakunya, seperti singkong. Alkohol, sebagaimana minyak bumi, dapat dibakar untuk menghasilkan energi.

C₂H₅OH + 3O₂               →                                  2CO₂+ 3H₂O + Kalori


Alkohol dianggap sebagai sumber energi terbarukan (renewable energy) karena singkong sebagai bahan bakunya dapat ditanam dengan mudah dan ekstensif. Brazil termasuk negara yang telah memulai memanfaatkan energi alkohol. Di Indonesia sendiri penelitian dan percobaan sudah mulai dilakukan, tetapi belum dapat berkembang karena bahan baku singkong lebih banyak dimanfaatkan untuk makanan manusia atau pakan ternak. Di samping itu, masyarakat Indonesia sangat mewaspadai efek samping produksi alkohol, karena makin besar produksi alkohol maka kemungkinan untuk disalahgunakan menjadi minuman juga makin besar.

Bahaya Alkohol bagi Manusia
  • Obesitas dan Penyakit Pembuluh Darah dan Jantung
Alkohol adalah sumber energi yang amat mudah dicerna atau mengalami metabolisme menjadi energi dengan cepat. Bahan makanan lainnya seperti lemak, karbohidrat, dan protein kalah bersaing dari alkohol dalam hal metabolisme, sehingga tubuh lebih suka mengambil energi dari alkohol daripada dari makanan lain. Akibatnya, lemak, karbohidrat, dan protein akan sedikit mengalami metabolisme dan sisanya tersimpan sebagai lemak, suatu kondisi yang disebut kegemukan atau obesitas. Memang benar bahwa tidak semua kasus obesitas disebabkan oleh minum alkohol. Banyak pula kasus obesitas yang disebabkan oleh kebiasaan makan camilan atau bahkan karena faktor keturunan. Lemak berlebih dalam tubuh akan mengakibatkan pengendapan yang selanjutnya mempersempit pembuluh darah. Kondisi ini akan memicu tekanan darah tinggi, gangguan fungsi jantung, serangan stroke (gangguan pembuluh darah ke arah otak), atau infark jantung.

  • Malnutrisi
Mudahnya tubuh mencerna alkohol menjadi energi yang cukup tinggi membuat peminum alkohol tidak lagi memerlukan makanan lain untuk memenuhi energinya. Empty energy inilah yang membuat tubuh tidak perlu asupan gizi lain. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa peminum alkohol mengeluarkan urine yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Ini berarti alkohol menyebabkan usus tidak mampu menyerap-bahkan membuang vitamin dan mineral-yang sangat penting bagi tubuh. Akibatnya, tubuh akan mengalami berbagai indikasi malnutrisi seperti beri-beri atau penyakit lain. Gangguan nutrisi ini akan menurunkan daya tahan tubuh dari penyakit

  • Penyakit Liver
Alkohol berpengaruh besar pada kesehatan hati atau liver. Seperti kita ketahui, liver adalah organ tubuh yang berfungsi detoksikasi, yakni menetralkan berbagai racun atau bahan kimia yang masuk ke tubuh, termasuk alkohol. Zat-zat tersebut akan dinetralkan dan dibuang lewat urine atau alat ekskresi yang lain. Meski begitu, apabila beban detoksikasi terlalu berat maka liver tidak sanggup lagi melakukan fungsinya, bahkan sel-sel hati akan kalah dan/atau mati. Fungsi hati sebagai pabrik kimia terbesar dalam tubuh akan terganggu dan itu berdampak pada produksi hormon atau enzim dan lainnya yang amat diperlukan oleh tubuh. Kerusakan sel hati dapat berjalan terus menerus dan tidak reversible. Ini akan mengakibatkan penyakit hati yang semula seperti penyakit kuning, dapat berkembang ke fase kanker hati atau cirosis yang sukar disembuhkan. Penyakit kanker hati ini kadang kala tidak didahului oleh tanda-tanda yang nyata sehingga baru diketahui setelah sampai pada stadium lanjut di mana pengobatan sudah tidak mampu lagi membantu. Gangguan liver dapat pula disebabkan oleh penumpukan lemak pada liver atau disebut fatty liver, suatu kondisi yang menurunkan fungsi dan kinerja liver.
Selain itu, lemak adalah zat organik nonpolar yang dapat melarutkan zat racun atau cemaran aromatik yang biasanya karsinogenik. Keberadaan zat ini di liver berlemak akan merangsang timbulnya tumor atau selliar (kanker). Alkohol, yang semula diminum secara iseng-iseng, ternyata merupakan bahan adiktif yang dapat merusak organ hati yang amat vital dalam tubuh manusia.

  • Kerusakan otak
Otak adalah organ tubuh penentu dan kekuatan manusia. Produktivitas manusia bergantung tidak hanya pada keterampilan fisik, tetapi lebih pada otaknya. Kendati mengalami kelumpuhan atau cacat tubuh, seseorang masih akan mampu hidup mandiri bahkan tidak jarang menghidupi orang yang memiliki kesempurnaan fisik, jika ia masih memiliki otak yang sehat. Kondisi sebaliknya dialami oleh para peminum alkohol. Meski secara fisik mereka tampak normal dan sempurna, tetapi otak mereka lama-lama akan mengalami kerusakan. Kerusakan otak akibat minuman keras dapat terjadi pada beberapa sentra pengendali. Kebanyakan kasus kerusakan otak akibat minuman keras bersifat permanen atau sukar disembuhkan. Kondisi ini akan mengganggu cara berpikir dan bertindak, atau menjadikan mereka malas berpikir dan bekerja.

  • Gangguan saraf
Berbeda dari efek alkohol pada pembuluh darah dan liver yang memerlukan waktu lama, efek alkohol pada saraf dapat dilihat hanya beberapa saat setelah diminum. Mabuk, kehilangan kesetimbangan tubuh, kehilangan kendali emosi dan cara berpikir merupakan akibat yang tidak hanya berdampak pada diri peminum, tetapi juga pada orang lain. Ditengarai, 55% kecelakaan lalu lintas di Australia disebabkan oleh minuman keras. Banyak pula kasus kekisruhan rumah tangga, perceraian, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dipicu oleh minuman keras. Dampak sosial ini cukup besar bagi masyarakat, jauh melebihi keuntungan yang diperoleh dari cukai alkohol. Selain itu, minuman keras menjadikan generasi muda tidak lagi produktif dan amat mudah tergelincir ke dalam kemaksiatan berikutnya, yakni narkoba.

  • Dampak minuman keras pada keturunan
Meski belum terbukti secara ilmiah, tetapi dampak minuman keras pada keturunan dapat kita amati. Orang tua pemabuk pada umumnya melahirkan generasi berikutnya yang juga pemabuk, bahkan lebih dari itu, kecanduan narkoba. Sebuah pengamatan terkait dampak minuman keras pada keturunan pernah dilakukan di Australia pada 1980-an. Dari penelitian itu diketahui bahwa banyak dari anak-anak yang orang tuanya pemabuk ternyata menderita cacat mental atau fisik. Ini tidak berbanding lurus dengan kondisi orang-orang tua mereka yang hidup dengan kecukupan makanan bergizi.
Memang, studi tentang adanya kerusakan gen akibat alkohol belum ditemukan, tetapi fenomena di atas dapat dijelaskan dengan realitas hasil penelitian yang mengungkap bahwa air seni pemabuk banyak mengandung vitamin dan mineral. Ini menjelaskan bahwa alkohol mengurangi penyerapan, atau bahkan cenderung membuang vitamin dan mineral. Dengan begitu tubuh akan kehilangan banyak vitamin dan mineral, termasuk sel sperma dan ovum yang juga akan mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada sperma dan atau ovum itulah kemungkinan menyebabkan ketidaksempurnaan bayi atau janin yang terbentuk akibat pembuahan.

  • Pesta Minuman Keras yang Mematikan
Sifat adiktif pada alkohol membuat para penggemar minuman keras terdorong untuk minum lebih banyak atau mencoba minuman dengan kadar alkohol lebih tinggi. Sebagaimana setan mengajak manusia menuju maksiat, demikian juga para pemabuk mencari teman-teman untuk diajak menikmati minuman keras bersama. Kebersamaan membuat mereka lebih berani menguji ketahanan tubuh terhadap alkohol kadar tinggi. Karena harga alkohol kadar tinggi seperti whisky terbilang mahal, mereka mencoba meracik sendiri dengan membeli alkohol yang berharga murah dari apotek atau toko kimia. Kadang mereka juga mencampur dengan spiritus, zat alkohol yang memiliki bau sama tapi sebenarnya ia adalah methanol (CH3OH) yang amat toksik. Tidak jarang pula mereka mencampur alkohol tersebut dengan berbagai obat penenang seperti valium atau pil ekstasi.
Campuran ini amat sulit diperkirakan reaksinya, apakah saling menetralkan, saling memperkuat, atau bahkan mematikan. Korban-korban meninggal akibat pesta-pesta miras terus berjatuhan di berbagai tempat di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, kejadian serupa juga terjadi di Malaysia dan India, di mana orang orang Hindu berpesta minuman keras. Korban-korban yang selamat biasanya mengalami kebutaan. Hal ini menunjukkan bahwa amat mungkin dalam pesta tersebut mereka mencampurkan spiritus yang sesungguhnya adalah metanol yang menyerang saraf mata.

  • Alkohol dan Narkoba
Para pecandu alkohol yang selamat dari penyakit yang diakibatkannya biasanya akan mencari bahan lain yang lebih memabukkan. Demikianlah sifat adiktif pada alkohol. Bahan lain yang lebih menjanjikan “kesenangan” adalah narkotika, seperti ganja, heroin, putau, dan kokain. Semula pemerintah menggabungkan alkohol dan narkotika ke dalam satu istilah karena sama-sama bersifat adiktif, dan diberi nama NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropisa dan Zat Adiktif lain). Tujuannya adalah untuk memudahkan identifikasi pemakai NAPZA sebagai musuh bersama masyarakat yang harus diperangi. Belakangan, karena bisnis alkohol adalah bisnis besar yang menyangkut “kehidupan banyak orang” dan menghasilkan pajak bagi pemerintah, perjuangan orang-orang yang berkepentingan untuk memisahkan alkohol dari zat adiktif amat gigih dan berhasil. Zat adiktif selain alkohol akhirnya diberi nama Narkoba (Narkotika dan Obat Berbahaya). Dengan demikian alkohol lepas dari sasaran tembak, padahal ia adalah zat adiktif yang menurut hadis Nabi merupakan pangkal semua kejahatan. Beliau bersabda,
Jauhilah oleh kalian khamar, karena sesungguhnya ia adalah kunci segala keburukan. (Riwayat al-Ḥākim dan al-Baihaqi dari Ibnu ‘Abbās)
Di pasaran Indonesia dapat ditemukan 3 jenis miras beromzet besar dengan kadar alkohol berbeda, yakni:
  • Kelas A: Berkadar alkohol kurang dari 5%, seperti bir (4-5%)
  • Kelas B: Berkadar alkohol antara 5-20%, seperti minuman anggur
  • Kelas C: Berkadar alkohol antara 20-55%, seperti whisky, gin, vodka, dan brandy.
Pada masa orde baru, terdapat lebih dari 100 pabrik miras (±80 juta liter/tahun) di 17 provinsi di Indonesia. 23 pabrik di antaranya berlokasi di Jawa Timur, sedangkan produsen terbesar (11 pabrik) berlokasi di Jawa Barat. Umat Islam yang teguh menjaga keimanannya dan ingin tetap hidup bersih tentu akan dapat menjauhinya. Tidak demikian adanya bagi umat yang kurang teguh keislamannya. Mereka dapat saja terjebak meminum alkohol kelas A, berangsur ke kelas B, dan akhirnya ke kelas C.
Beberapa Pemerintah Daerah telah membuat peraturan daerah (Perda) minuman keras untuk melindungi masyarakatnya, tapi beberapa yang lain gagal karena kalah bertarung dengan kartel-kartel minuman keras. Karena itu tidak heran bila miras telah merambah ke kalangan pemuda: pelajar SMA, SMP, bahkan SD. Di sinilah pentingnya masyarakat, terutama keluarga muslim, membentengi diri dari miras dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan seperti yang telah diuraikan di atas. Apabila alkohol telah mencandu pada seseorang maka secara perlahan akan menyebabkan gangguan sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) dalam susunan saraf pusat. Ini akan menutup pikiran, mengganggu daya ingat, dan perilaku. Orang-orang demikian tidak lagi ingat pada Tuhannya, bahkan lupa pada dirinya sendiri. Perilaku mereka berubah beringas, tak terkendali, dan pada tahap berikutnya mendorong ke arah perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Banyak pecandu ingin mendapat efek lebih daripada sekadar mabuk dengan cara mencampur miras dan obat penenang. Pil ekstasi, suatu jenis obat stimulan yang akan mengaktifkan tubuh dengan jingkrak-jingkrak sepanjang malam tanpa rasa lelah, juga mereka gunakan. Proses aktivasi tubuh seperti ini dapat menyebabkan kelelahan jantung. Dalam dosis berlebih ekstasi dapat menghentikan kerja jantung atau memicu kematian akibat overdosis (OD).
Begitu terjerumus ke minuman keras, pil koplo, dan ekstasi, pintu menuju narkotika terbuka lebar. Ganja, heroin, morfin, atau kokain beredar cukup luas di Indonesia. Beberapa produk narkotika, seperti ganja, diproduksi di dalam negeri, dan beberapa lainnya, seperti heroin dan kokain, diselundupkan dari luar negeri. Bandar besar dan penyelundup barang-barang haram ini biasanya diorganisasi secara internasional dan rapi. Mereka tidak takut hukuman mati demi meraup keuntungan yang besar. Dari pengakuan seorang bandar narkotika yang tertangkap diketahui bahwa mereka menyasar remaja-remaja perokok dan peminum miras sebagai calon pembeli narkotika yang sangat potensial. Konsumsi narkoba meningkatkan risiko gangguan jiwa atau schizophrenia yang ditandai hilangnya daya atau nalar berpikir, timbulnya halunisasi, mendengar sesuatu yang tidak ada, merasakan ada roh masuk dalam dirinya, bicara sendiri, dan selalu merasa takut atau curiga. Ini semua adalah pertanda rusaknya sel-sel otak yang mengakibatkan kekacauan dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Pada titik ini karier seseorang sudah bisa dikatakan berakhir, suatu pungkasan yang pada mulanya hanya dipicu oleh keisengan minum alkohol. Dari paparan ini kita tahu betapa firman Allah bahwa mudarat khamar jauh lebih banyak daripada manfaatnya adalah benar adanya. Allah berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ۝

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 219)

  1. Sertifikasi Halal
  • contoh sertifikat halal dari MUI
    Latar Belakang
Pada uraian sebelumnya sudah dijelaskan jenis-jenis makanan dan minuman haram sebagaimana digariskan dalam Alquran dan hadis, namun masih terdapat beberapa masalah dalam menentukan kehalalan suatu makanan atau minuman. Di antaranya adalah produk daging campuran seperti sosis dan bakso, penggunaan food additives yang mungkin berbahan babi seperti lard dan shortening, serta penggunaan alkohol dalam minuman, makanan, dan obat-obatan. Mengingat kadar pencampuran bahan haram ke dalam makanan yang halal relatif kecil atau amat sedikit, maka tidak mudah bagi umat Islam untuk mengidentifikasi makanan yang bebas dari komponen haram. Untuk itu, sertifikasi halal dari pemerintah, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI), amat diharapkan oleh umat Islam Indonesia.
Pentingnya sertifikasi halal ini dipicu oleh isu lemak babi yang dilontarkan oleh Dr. Ir. Tri Susanto (Alm.), seorang pakar teknologi pangan Universitas Brawijaya, pada 1987. Isu ini ia lontarkan berdasarkan pengamatan lapangan atas ingredient yang tertera dalam label produk, di mana ingredient atau bahan makanan tambahan (food additives) tersebut diragukan kehalalannya karena mungkin saja dibuat dari lemak babi. Menanggapi kecurigaan itu pemerintah bergerak dengan membentuk tim ad hoc. Dari 34 produk yang dicurigai Tri Susanto, tim ad hoc tidak menemukan satu pun produk yang positif mengandung unsur babi. Temuan tim ad hoc ini memang belum tentu benar karena peralatan analisis modern seperti GC-MS (kramatagrafi gas-mass spectra meter) belum tersedia pada saat itu, atau bisa juga karena peralatan konvensional yang tersedia tidak memadai. Kendati demikian, sanggahan itu tetap saja mempunyai sisi positif. Masyarakat menjadi tenang dan pemerintah sadar akan pentingnya masalah halal haram yang harus ditangani secara benar, tentu saja karena mayaritas penduduk Indonesia beragama Islam. Kesadaran itu mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan instansi-instansi pemerintah yang berkompeten dalam bidang ilmu dan teknologi membentuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Makanan (LPPOM). Badan inilah yang selanjutnya menangani sertifikasi halal bagi produk makanan di Indonesia.

  • Landasan Hukum
Contoh kasus tersebut di atas menunjukkan bahwa soal halal-haram menyentuh langsung kebutuhan dasar umat Islam dalam melaksanakan ajaran agamanya. Semenjak dahulu umat manusia memiliki cara pandang yang beragam berkaitan dengan apa yang dibolehkan, terutama bahan makanan yang berupa daging binatang. Di sisi yang lain, pada saal makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan, perbedaan yang terjadi di antara mereka tidaklah banyak. Islam tidak mengharamkan suatu bahan yang berasal dari tumbuhan selain makanan atau minuman yang telah berubah menjadi khamar, baik itu berasal dari anggur, kurma, gandum, maupun bahan- bahan lainnya.
Di samping memahami masalah dasar hukum halal-haram suatu makanan, umat Islam diharuskan memperhatikan pula aspek ṭayyibpadanya, yaitu memenuhi syarat baik dan sehat. Tidak semua makanan yang halal adalah baik, cocok, dan menyehatkan tubuh. Makanan ṭayyib adalah makanan yang baik dan tidak memiliki dampak buruk bagi kesehatan jasmani maupun rohani. Alquran menyebut lafal ṭayyib sebanyak 6 kali dalam Alquran, 4 di antaranya terkait dengan sifat makanan. Keempatnya adalah firman-firman Allah berikut.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ۝

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-Iangkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 168)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ۝ إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ۝


Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 172-173)

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ ۖ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ۝

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, “Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 4)

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنتُم بِهِ مُؤْمِنُونَ

Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 88)

Ayat-ayat ini menuntut umat Islam untuk mengonsumsi tidak saja makanan dan minuman yang halal, tetapi juga yang ṭayyib. Ketentuan halal-haram memang datang dari Allah, tetapi dalam pelaksanaanya perlu ditunjang oleh hukun positif pula, karena negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi warganya yang muslim untuk memperoleh jaminan halal atas konsumsi makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan.
Dari aspek hukum positif, pemerintah Indonesia telah berusaha meIindungi hak asasi umat Islam dalam memperoleh jaminan halal atas konsumsi makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan dengan mengeluarkan sejumlah peraturan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, serta instruksi presiden, di antaranya:
  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan.
  2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996, tentang Pangan.
  3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999, tentang Label dan Iklan Pangan.
  5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1991, tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan.

Dalam pelaksanaannya peraturan-peraturan ini ditunjang oleh beberapa ketentuan lain, misalnya Piagam Kerja Sama Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Majelis Ulama Indonesia, tentang Pelaksanaan Pencantuman Label Halal pada Makanan dan Minuman. Kesimpulan Mudzakarah Nasional tentang Alkohol dalam Produk Makanan juga menjadi pedoman penting dalam pengelolaan jaminan produk halal.
Peraturan-peraturan di atas dipandang masih kurang kuat untuk menjadi pijakan pelaksanaan sertifikasi halal pada setiap produk olahan makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika. Karena itu, pada awal tahun 2012 DPR RI berinisiatif mengajukan Rancangan· Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). RUU ini diharapkan dapat memberi kepastian produk halal bagi umat muslim. RUU ini merupakan implementasi Pasal 28 dan Pasal 29 UUD 1945, yakni kewajiban negara untuk melindungi hak warga negara dalam menjalankan keyakinan dan ajaran agamanya. Sayang, hingga Desember 2012 RUU JPH belum juga disepakati.

  • Signifikansi Sertifikasi Halal
Makanan dan minuman bagi umat Islam tidak terpisahkan dari ketaatan kepada Allah. Dalam keadaan normal, umat Islam hanya diperbolehkan mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan dilarang mengonsumsi yang haram. Di masa lalu, ketika industri makanan dan minuman belum berkembang, halal dan haram tidak mudah diidentifikasi. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan dicampurnya produk olahan dengan bahan-bahan tambahan agar produk tersebut terasa lebih lezat, enak, renyah, awet, dan seterusnya. Bahan tambahan untuk tujuan tersebut bukan tidak mungkin berasal dari bahan yang tidak halal. Apabila produsen seorang muslim, ia akan memikirkan kehalalan produk makanan olahan yang dihasilkannya. Bila produsen nonmuslim maka bukan tidak mungkin aspek ini tidak menjadi pertimbangan, meski produk yang dihasilkannya akan dikonsumsi oleh umat Islam. Kenyataannya, banyak produsen hanya memikirkan bagaimana agar produknya terasa lezat, enak, dan awet sehingga laris di pasaran dan perusahaan mendapat keuntungan yang optimal. Dalam situasi demikian, umat Islam sebagai konsumen terbesar di Indonesia memerlukan jaminan makanan dan minuman yang dibeli harus halal adanya.
Masyarakat muslim memerlukan perlindungan dari pemerintah berupa jaminan halal atas semua barang yang dimakan dan diminum, terutama makanan- minuman olahan di pasaran. Karena itu pemerintah bersama pemimpin umat Islam, yaitu para cendekiawan dan ulama, berkewajiban untuk mencurahkan daya dan upaya agar jaminan halal itu terpenuhi. Pengawasan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi kehalalan suatu produk makanan dan minuman, mulai dari bahan pokok, bahan tambahan, proses produksi, hingga alur distribusi harus dilakukan.
Makanan yang terbuat dari bahan pokok yang halal tetapi diragukan kehalalannya oleh masyarakat karena diduga dicampur dengan bahan yang haram dapat menimbulkan dampak negatif, tidak hanya bagi konsumen, yakni umat Islam, tetapi juga bagi perusahaan bersangkutan dan bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat dan bangsa pada umumnya. Yang lebih penting lagi, kaum muslimin mesti sadar bahwa kehalalan sesuatu produk yang mereka konsumsi terkait erat dengan aspek spiritual. Mengonsumsi makanan dan minuman yang halal merupakan suatu bentuk ibadah, pengabdian, dan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, mengonsumsi makanan dan minuman yang haram tidak saja merugikan diri sendiri, tetapi juga merupakan suatu bentuk kemaksiatan dan perlawanan terhadap ketentuan dan perintah Allah.

  • Lembaga Sertifikasi Halal
Untuk menjamin kehalalan produkproduk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah musyawarah para ulama dan cendekiawan muslim memandang perlu atas dibentuknya sebuah lembaga konsumen muslim Indonesia yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal pada produk-produk makanan dan minuman. Untuk ini MUI bekerja sama dengan pemerintah mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) pada 26 Jumadil Awal 1409 H/6 Januari 1989 M melalui Surat Keputusan MUI nomor Kep-081/MUI/I/1989·
Pembentukan lembaga ini dimaksudkan untuk membantu MUI dalam menentukan kebijakan, merumuskan ketentuan-ketentuan, rekomendasi, dan bimbingan yang menyangkut halal-haram atas pangan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika sebagai kebutuhan umat sesuai ketentuan-ketentuan ajaran Islam. Ini kemudian diharapkan menjadi dasar pertimbangan bagi masyarakat awam untuk memilih mana makanan yang halal dari yang haram. LPPOM MUI akan menunjukkan kepada masyarakat suatu produk makanan atau minuman halal dan karena itu boleh dikonsumsi. Untuk memberi kepastian pada masyarakat, produk yang dinyatakan haJal perlu diberi label supaya masyarakat tahu dan mendapat jaminan bahwa produk tersebut halal.
Sejak pembentukannya, LPPOM MUI mempunyai tugas pokok mengadakan pengkajian terhadap makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang beredar di masyarakat. Fungsi LPPOM adalah membantu MUI dalam memberi pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam kepastian kehalalan suatu produk. Peranan LPPOM MUI secara umum dapat dipilah menjadi tiga. Pertama, peran internal, seperti melakukan audit halal terhadap produk-produk yang ada, termasuk dalam hal ini masalah sertifikasi. Kedua, peran terhadap umat, yakni memberi penerangan atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai audit halal yang telah dilakukan. Ketiga, peran eksternal, yakni mengadakan kerja sama dengan lembaga sejenis, baik pemerintah maupun swasta, dalam maupun luar negeri.
Lembaga ini telah bekerja dengan bantuan tenaga ahli dan memanfaatkan laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB). Laboratorium halal merupakan instrumen media yang dapat digunakan untuk memeriksa kehalalan pangan. Laboratorium halal diharapkan menjadi pusat uji dan informasi halal. Keberadaan laboratorium halal berfungsi menunjang penjaminan produk halal sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan.
Seiring dengan itu, lembaga ini memiliki visi menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia, untuk memberikan ketenteraman bagi umat Islam dan menjadi pusat halal dunia yang menyediakan informasi, solusi, dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional. Adapun misi yang diemban oleh LPPOM MUI adalah sebagai berikut.
  1. Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal;
  2. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan dikonsumsi masyarakat;
  3. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengonsumsi produk halal;
  4. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai aspek.

Tidak hanya di pusat, beberapa MUI daerah juga telah mendirikan LPPOM sendiri sehingga masyarakat lebih mudah mengaksesnya. Program sertifikasi dan labelisasi yang telah menjadi cita-cita sejak berdirinya LPPOM MUI telah menjadi kenyataan dengan adanya kerja sama Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan MUI. Namun demikian, UU Pangan NO.7 Tahun 1996 diundangkan pada 4 November 1996, memperlihatkan adanya kemunduran pelaksanaan sertifikasi dan labelisasi yang dicita-citakan itu. Terjadi sedikit ketidakcocokan dari berbagai pihak yang berlainan pendapat atas beberapa pasal yang terdapat dalam penjelasan ayat yang tercantum di dalam UU Pangan tersebut. Undang-undang nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ini seharusnya disambut hangat oleh umat Islam di Indonesia, sebab secara implisit salah satu pasalnya, yakni pasal 30 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa setiap pangan dan minuman yang diproduksi atau dimasukkan ke Indonesia wajib mencantumkan label yang sekurang-kurangnya menerangkan apakah makanan tersebut halal. Dengan demikian, ketentuan dalam UU itu bisa menampung kebutuhan asasi umat Islam di Indonesia untuk menentukan mana makanan yang halal dan yang haram.

  • Prosedur dan Proses Sertifikasi Halal
Mekanisme sertifikasi halal yang dijanjikan oleh lembaga sertifikasi di Indonesia seperti LPPOM MUI yaitu dengan melakukan pengujian atau audit secara teknis ke perusahaan dan laboratorium. Hasil yang telah dilakukan kemudian diserahkan ke Komisi Fatwa MUI, untuk selanjutnya dilakukan verifikasi hasil audit dan diputuskan apakah sertifikasi halal dapat diberikan atau tidak terhadap produk yang diuji tersebut.
Sejauh ini mekansime dalam melakukan uji kehalalan produk sebagaimana yang dijalankan oleh LPPOM MUI menggunakan uji laboratorium sebagai alat bantu dalam menganalisis kemungkinan adanya pencampuran bahan haram atau kandungan komponen tertentu dalam bahan pangan atau nonpangan yang sedang dalam proses sertifikasi. Dalam mendukung keberadaan laboratorium halal tersebut, selama ini LPPOM MUI pusat dan daerah berusaha untuk bekerja sama dengan pihak perguruan tinggi.
Proses mendapatkan sertifikasi halal secara garis besar terdiri dari lima tahap: persiapan, pendaftaran (registrasi), pelaksanaan pemeriksaan (audit), penentuan fatwa, dan pemberian sertifikasi halal.
Dalam tahap persiapan, produsen mempersiapkan suatu sistem mutu (quality system) yang dapat menjamin kehalalan produknya. Sistem mutu tersebut harus didokumentasikan secara jelas dan terinci serta merupakan bagian dari kebijakan manajemen produsen. Dalam pelaksanaannya, sistem mutu ini diuraikan dalam bentuk panduan mutu (quality manual). Tujuan utama membuat panduan mutu adalah untuk memberikan uraian yang jelas tentang sistem manajemen mutu yang dijalankan produsen. Selain itu, panduan mutu ini dapat berfungsi sebagai rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara sistem mutu mengenai kehalalan produk tersebut.
Produsen juga perlu menyiapkan prosedur baku pelaksanaan (standard operating procedure) untuk mengawasi setiap tahap proses produksi agar kehalalan produknya dapat dijamin. Proses penjaminannya dengan cara mengangkat seorang auditor halal internal untuk memeriksa dan mengevaluasi sistem jaminan halal di dalam suatu perusahaan. Sistem jaminan halal adalah sistem yang mencakup organisasi, tanggung jawab, prosedur, kegiatan, kemampuan, dan sumber daya yang bertujuan untuk menjamin bahwa proses produksi yang dilakukan dapat menghasilkan produk halal.
Pada tahap pengajuan sertifikasi halal (registrasi), produsen harus menandatangani pernyataan tentang kesediaannya untuk menerima tim pemeriksa (auditor). Semua dokumen yang dapat dijadikan jaminan atas kehalalan produk yang diajukan sertifikasi halal harus diperhatikan aslinya.
Sebagai bagian dari proses sertifikasi halal, LPPOM MUI melakukan pengujian atas kandungan bahan terhadap produk daging dan olahannya dan produk tertentu dengan kategori berisiko (risk) yang dinilai perlu, serta pengujian kandungan alkohol terhadap produk tertentu yang dinilai perlu
Pada tahap pelaksanaan pemeriksaan (audit), tim auditor melakukan pemeriksaan atau audit ke lokasi produsen melalui beberapa tahap. Pertama, pemeriksaan itu dilakukan terhadap pengelolaan produsen yang mencakup pemeriksaan dokumen pembelian bahan baku produk, bahan tam bahan, dan bahan penolongnya. Kedua, tim melakukan pemeriksaan terhadap produk dengan pengambilan sampel secara acak dan hanya untuk bahan yang dicurigai mengandung unsur yang diharamkan untuk kemudian diuji di laboratorium. Ketiga, pemeriksaan terhadap pengolahan dan pemilihan bahan baku produksi yang dijalankan perusahaan turut pula diperiksa dan disesuaikan dengan alur proses yang dilaporkan. Keempat, tim auditor memeriksa fasilitas fisik bangunan dan fasilitas peralatan produksi. Di sini tim auditor memeriksa apakah mesin-mesin yang dipergunakan tidak untuk memproduksi jenis-jenis produk yang memakai bahan baku atau bahan tambahan haram. Kelima, proses pengepakan dan penyimpanan produk diperiksa tim auditor berdasarkan bahan-bahan yang dipakai untuk mengepak produk agar jelas bahwa bahan yang dipakai tersebut terbuat dari barang yang halal. Produk yang siap dijual tersebut diharapkan disimpan pada tempat yang bersih dan jauh dari kontaminasi bahan-bahan haram dan najis. Keenam, pemeriksaan terhadap sistem transportasi distribusi atau pemasaran dan penyajian. Tim audit memeriksa cara pengangkutan produk dan cara penyajiannya, apakah berdekatan dengan produk-produk haram atau tidak.
Dalam mengevaluasi hasil pemeriksaan tim auditor membahas kembali kelengkapan spesifikasi bahan tersebut secara teliti, dan jika diperlukan menggunakan laboratorium. Pemeriksaan terhadap suatu perusahaan tidak jarang dilakukan lebih dari satu kali, dan tidak jarang pula para auditor menyarankan bahkan mengharuskan agar mengganti suatu bahan yang dicurigai atau diduga mengandung bahan yang haram dengan bahan yang diyakini kehalalannya. Hasil pemeriksaan dan hasil uji laboratorium dievaluasi dalam rapat tenaga ahli. Jika telah memenuhi persyaratan maka dibuatkan laporan hasil audit untuk diajukan kepada sidang Komisi Fatwa MUI agar diputuskan status kehalalannya. Komisi Fatwa adalah salah satu komisi MUI yang bertugas menghasilkan ketetapan hukum Islam tentang status hukum kasus tertentu. Sidang Komisi Fatwa adalah forum untuk membahas hasil audit pada perspektif syariah dan memutuskan status hukum produk yang diaudit. Jika sidang Komisi Fatwa memutuskan masih terdapat kekurangan persyaratan sehingga status halal produk belum dapat diputuskan, maka bidang audit mengirimkan kembali audit memorandum yang berisi informasi tentang kekurangan yang harus segera ditindaklanjuti perusahaan. Jika kekurangan telah dilengkapi maka laporan akan dibahas kembali dalam sidang Komisi Fatwa berikutnya.
Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium, bila diperlukan, dievaluasi dalam Rapat Auditor LPPOM MUI. Hasil audit yang belum memenuhi persyaratan diberitahukan kepada perusahaan melalui audit memorandum. Jika telah memenuhi persyaratan, auditor akan membuat laporan hasil audit guna diajukan pada sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya. Laporan hasil audit disampaikan oleh Pengurus LPPOM MUI dalam sidang Komisi Fatwa MUI pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam sidang Komisi Fatwa MUI tersebut produk yang telah diyakini kehalalannya dapat diputuskan fatwa hanya oleh rapat komisi. Hasil keputusan rapat komisi tersebut kemudian dituangkan ke dalam Surat Keputusan Fatwa. Selanjutnya Sertifikat Halal akan dikeluarkan MUI dan ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa, Direktur LPPOM MUI, dan Ketua Umum MUI.

  • Implikasi Internasional
Lembaga sertifikasi halal seperti LPPOM MUI dan industri pangan di Indonesia menghadapi permasalahan pelik terkait sertifikasi halal, yaitu tidak adanya standar yang rind yang dapat menunjukkan bahan apa yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam proses produksi, serta sistem manajemen apa yang harus diterapkan. Sampai saat ini yang ada hanyalah pedoman untuk mendapatkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI yang sifatnya masih umum. Di samping standar untuk bahan dan sistem manajemen, ternyata standar untuk lembaga sertifikasi halalnya sendiri belum ada.
Ketiadaan standar ini sering memicu permasalahan baru. Misalnya kasus Ajinomoto yang pernah mencuat pada 2001. Dikabarkan bahwa bumbu masak merek Ajinomoto tidak halal lantaran mengandung unsur minyak babi. Isu seperti itu seharusnya dapat dicegah apabila ada suatu standar yang rinci atas bahan-bahan apa saja yang tidak boleh digunakan dan pada tahap mana saja. Untuk mendukung standar ini sendiri juga perlu dibuat suatu database bahan-bahan apa saja yang jelas boleh digunakan (halal), jelas tidak boleh digunakan (haram), dan yang meragukan (syubhat).
Perlu diketahui, standar halal tidak sama dengan standar mutu. Standar mutu ditetapkan oleh produsen berdasarkan permintaan atau kebutuhan konsumen, sedangkan standar halal ditetapkan berdasarkan Alquran dan hadis yang diinterpretasikan oleh ulama. Untuk itu, seringkali diperlukan ijtihad bersama agar dapat dicapai apa yang dikenal dengan ijmak. Dengan begitu, proses penetapan halal ini tidak bisa ditangani oleh sembarang orang.
Tuntutan masyarakat internasional pada pelindungan produk halal kian meningkat seiring tumbuhnya kesadaran beragama dewasa ini. Akan tetapi sangat disayangkan, hingga kini belum ada jaringan dan organisasi yang baik atas jaminan halal suatu produk di banyak negara pengimpor karena validitas dan kredibilitas lembaga yang mengeluarkan masih diragukan. Karena itu, pengakuan sertifikasi dari negara lain menuntut standar dan parameter yang sama dalam memberikan sertifikat halal. Jika hal itu tidak segera dilakukan maka sertifikat halal dapat diberikan dengan mudah tanpa peduli akan konsep kehalalan yang sebenarnya.
Ketiadaan standar bagi lembaga sertifikasi halal dunia juga menyulitkan LPPOM MUI dalam menetapkan apakah suatu sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi halal dari luar negeri bisa diakui atau tidak. Tanpa adanya standar baku maka penilaian pengakuan sertifikat bersifat subjektif. Di samping itu, di luar negeri ada banyak sekali lembaga penerbit sertifikasi halal yang seringkali tidak diketahui reputasinya sehingga menilai kelayakan sertifikat halal yang dikeluarkannya menjadi suatu perkara yang sulit. Kebanyakan lembaga sertifikasi halal di luar negeri menjadikan sertifikasi halal sebagai lahan bisnis. Ini seringkali menimbulkan persaingan tidak sehat dan tidak berimbang. Sebagai contoh, lembaga sertifikasi halal dari negara maju dengan dukungan dana dan motivasi bisnis berkeliling dunia untuk melakukan sertifikasi halal pada berbagai produk yang akan diekspor ke negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, termasuk Indonesia. Akibatnya, lembaga sertifikasi halal yang berorientasi sosial kalah bersaing.
Suatu standar halal idealnya harus diakui secara internasional. Standar kehalalan yang perlu dirumuskan itu antara lain: kehalalan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, proses produksi, sistem pendistribusian, penyimpanan, dan penyajian. Adanya standar tersebut akan sangat membantu dalam menilai dan mengakui sertifikat halal yang dikeluarkan oleh suatu lembaga. Standar yang sama juga perlu dibuat dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada masyarakat muslim agar produk yang diekspor ke negara-negara berpenduduk muslim terjamin kehalalannya dan negara-negara tersebut mempunyai hak untuk menolak produk impor yang tidak halal masuk ke wilayahnya. Dengan standar yang berlaku secara internasional akan diperoleh kemudahan untuk mencapai mutual recognition di antara lembaga- Iembaga sertifikasi halal yang tersebar di seluruh dunia. Dengan demikian diharapkan tidak perlu lagi pemeriksaan halal terjadi berkali-kali jika suatu negara mengekspor bahan pangan ke negara lainnya, karena telah ada kesamaan mekanisme.
Implikasi internasional dari sertifikasi halal adalah keharusan bersertifikat halalnya setiap produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang masuk ke Indonesia. Begitu juga produk-produk Indonesia yang masuk ke negara-negara muslim di dunia, seperti negara-negara Timur Tengah, Malaysia, Brunei Darussalam, dan sebagainya. Seluruh produk makanan dan minuman luar negeri yang masuk ke Indonesia harus bersertifikat halal. Sekali lagi patut disayangkan bahwa standar halal hingga kini belum dibakukan. Masalah muncul apabila sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga di luar negeri diragukan oleh MUI. Dalam kondisi demikian, MUI biasanya melakukan audit ulang terhadap produk tersebut. Implikasi lainnya, lembaga-Iembaga di luar negeri yang mengeluarkan sertifikat halal atas suatu produk harus memenuhi standar MUI.
Kebutuhan akan adanya standar halal selama ini telah dipenuhi bersamaan dengan diterbitkannya buku standar halal oleh MUI. Pada 16 Januari 2012, Wakil Presiden RI, Boediono, meluncurkan buku standar halal MUI yang berupa tiga seri buku standardisasi halal. Peluncuran buku standar halal tersebut mengakhiri ketiadaan standar yang sangat dirasakan MUI selama 23 tahun pengalaman melakukan sertifikasi halal. Dengan buku standar halal itu juga fatwa halal Indonesia diakui dunia dan dijadikan rujukan lembaga sertifikasi halal seluruh dunia.

  1. Makanan Haram karena Perolehannya
Sebagaimana makanan haram karena zatnya, makanan haram karena perolehannya juga diatur oleh Allah dan dinyatakan di dalam Alquran dan hadis Rasulullah. Pada ayat-ayat berikut, Allah menegaskan kepemilikannya atas apa saja yang ada di bumi dan langit.

لِّلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ۝

Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 284)

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaagung, Mahabesar. (Alquran, Surah asy-Syura/42: 4)

لَّهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ۝

Milik-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang yang rugi. (Alquran, Surah az-Zumar/39: 63)
Kepemilikan Allah tersebut dapat diberikan kepada manusia yang dikehendaki- Nya dan kemudian dilindungi-Nya. la tidak boleh dipindahtangankan kecuali dengan cara yang diizinkan oleh Allah. Tentang hal ini Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا۝

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (Alquran, Surah an-Nisā’/ 4: 29)
Pada hakikatnya harta benda adalah milik Allah yang kemudian diberikan kepada siapa yang meminta dan berusaha memperolehnya. Cara memperoleh itu pun tentu harus sesuai dengan cara yang dihalalkan oleh Allah. Hak kepemiIikan yang telah berada pada seseorang itu kemudian dilindungi oleh Allah. Artinya, ia hanya boleh dialihkan kepada orang lain dengan cara yang sah. Dalam hal ini Rasulullah bersabda,
Wahai manusia, inilah sebagian dari ganimah-ganimah (harta rampasan perang) kalian. Maka dari itu, sampaikanlah (kepada yang berhak) meski hanya seutas benang, sebuah jarum, benda-benda yang lebih besar maupun lebih kecil daripada itu. Sesungguhnya pengkhianatan (dengan tidak menyampaikannya kepada yang berhak) akan menjadi aib bagi pelakunya kelak pada hari kiamat. (Riwayat Ibnu Mājah dari ‘Ubādah bin aṣ-Ṣāmit)
Dua telapak kaki seorang manusia tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti sebelum ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia menghabiskannya; tentang ilmunya, untuk apa ia mengamalkannya; tentang hartanya, darimana ia mendapatkannya dan untuk apa ia membelanjakannya; dan tentang badannya, untuk apa mempergunakannya. (Riwayat at-Turmużi dari Abū Barzah al-Aslami)
Dari beberapa ayat dan hadis di atas jelas bahwa ada batasan atau kategori keharaman harta dari aspek perolehan, termasuk makanan dan minuman. Semuanya harus dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Terdapat beberapa kategori perolehan harta yang dilarang atau yang diharamkan, di antaranya sebagai berikut.

  • Mengambil Hak Milik Orang Lain dengan Cara Tidak Sah
Terkait hal ini Allah berfirman dalam Surah al-Baqarah/2: 188,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ۝

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 188)
Mengambil harta secara tidak sah dapat dilakukan dengan mencuri, merampas, atau korupsi. Dalam Surah al-Mā’idah/s: 38 Allah berfirman,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۝

Adapun orang laki-Iaki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 38)
Rasulullah juga melarang umatnya mengambil hak orang lain dengan sumpah palsu dan menyuap hakim.
“Barang siapa merampas dengan tangannya hak seorang muslim maka sungguh Allah telah memastikan baginya neraka dan mengharamkan baginya surga.” Seorang pria bertanya, “Meskipun yang dirampasnya itu barang yang sepele, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “(Ya,) meski yang dirampasnya itu hanya sepotong kayu Arak.” (Riwayat Muslim dari Abū Umāmah al-Ḥārisī)

Sesungguhnya ada beberapa orang yang mempergunakan harta Allah (harta yang menjadi hak kaum muslim lainnya) dengan tidak benar, maka nerakalah yang akan mereka dapatkan pada hari kiamat nanti. (Riwayat al-Bukhāri dari Khaulah al-Anṣāriyyah)
Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat disimpulkan bahwa mengambil harta orang lain ataupun dari negara yang bukan haknya dengan cara apa pun adalah haram hukumnya. Dengan demikian, makanan dan minuman yang dibeli dengan harta yang haram akan menjadi haram pula. Dalam hal ini Rasulullah bersabda,
Daging apa pun yang tumbuh dari (makanan atau minuman) yang haram, maka nerakalah yang paling pantas baginya. (Riwayat al-Baihaqi dari Abū Bakar)
Tidak hanya itu, andaikata harta haram tersebut dibelanjakan di jalan yang baik maka infak tersebut tidak akan diterima oleh Allah. Rasulullah bersabda,
Sesungguhnya Allah membagi di antara kalian budi pekerti layaknya Dia membagi di antara kalian rezeki. Sesungguhnya Allah menyerahkan dunia baik kepada orang yang dicintai-Nya maupun yang tidak, namun Dia tidak menganugerahkan agama kecuali kepada orang yang dicintai-Nya. Karena itu, barang siapa dianugerahi agama oleh Allah maka sudah pasti Dia mencintainya. Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, belumlah pantas seseorang dikatakan muslim sebelum hati dan lisannya menebarkan kedamaian, dan belumlah pantas seseorang dikatakan mukmin sebelum tetangganya merasa aman dari gangguannya.” Para sahabat bertanya, “Gangguan dalam bentuk apakah itu, wahai Rasulullah?” Seliau menjawab, “Permusuhan dan kezaliman. Jika seseorang mencari harta dari jalan yang haram, lantas ia membelanjakan sebagiannya, maka tidaklah ia akan mendapat berkah dari apa yang dilakukannya itu. Bila ia menyedekahkannya maka tidaklah sedekah itu akan diterima, dan bila ia menyisakan dari harta itu untuk dirinya maka harta itulah yang kelak menjadi bekalnya menuju neraka. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus keburukan dengan keburukan, Dia hanya akan menghapus keburukan dengan kebajikan. Sesungguhnya sesuatu yang menjijikkan (najis) tidak akan terhapus dengan sesuatu yang menjijikkan (najis) pula. (Riwayat Amad dan al-Baihaqi dari Ibnu Mas‘ūd)
  • Riba
Membungakan uang, atau biasa disebut riba, termasuk cara yang diharamkan dalam memperoleh kekayaan. Alquran menjelaskan larangan riba dalam banyak ayat, di antaranya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ۝ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ۝

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 278-279)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (Alquran, Surah Āli ‘Imrān/3: 130)
Tidak saja bagi umat Islam, riba juga diharamkan bagi kaum Yahudi sebagaimana firman-Nya dalam Surah an-Nisā’/4: 161,

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. (Alquran, Surah an-Nisā’/4: 161)
Islam melarang riba karena dalam riba terdapat kezaliman, bahkan pemerasan. Betapa tidak, orang miskin yang meminjam uang karena kesulitan ekonomi harus mengembalikan lebih banyak, bahkan berlipat ganda. Di sinilah ketidakadilan itu terjadi. Si miskin bukannya tertolong malah makin menderita, sedangkan si kaya yang meminjamkan uang semakin kaya tanpa bekerja keras. Allah berfirman,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ۝

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 275)
Dalam suatu hadis Rasulullah bersabda tentang riba,
Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi makan dari harta riba, pencatat (transaksi) riba, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (Riwayat Muslim dari Jābir)
Jelaslah dari ayat-ayat Alquran dan hadis di atas bahwa riba termasuk harta haram yang apabila dibelikan makanan dan minuman juga menjadi haram. Persoalannya adalah riba menjadi kontroversial apabila disamakan dengan bunga dalam perbankan. Sebagian kalangan mengharamkan karena bunga adalah kelebihan yang mesti dibayar dari uang yang dipinjamkan atau ditabung. Sebagian yang lain berpendapat bahwa mereka menyimpan uang di bank bukan karena bunganya, melainkan karena jaminan keamanannya. Lagipula, bunga yang diberikan tidaklah berlipat dan tidak lebih besar daripada inflasi yang menurunkan nilai pokoknya. Lebih dari itu, dunia perbankan adalah urat nadi ekonomi nasional. Tanpa perbankan ekonomi global akan lumpuh. Oleh karena itu, lahirnya bank-bank syariah yang benar-benar didasarkan pada syariat Islam dan mumpuni sebagai sarana transaksi keuangan akan amat sangat bermanfaat bagi umat Islam.

  • Curang dalam Menakar dan Menimbang
Berdagang atau jual beli dihalalkan oleh Allah sebagaimana dinyatakan dalam Surah al-Baqarah/2: 275, namun itu tidak berlaku jika jual beli dibarengi dengan kecurangan, seperti menyukat timbangan. Menyukat timbangan adalah perbuatan yang diharamkan oleh Allah sebab merugikan pihak pembeli. Allah berfirman dalam Alquran tentang pentingnya kejujuran dalam menimbang, mengisahkan seruan Nabi Syuaib kepada kaumnya,

وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ۝

Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syuaib, saudara mereka sendiri. ora berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.” (Alquran, Surah al-A‘rāf/7: 85)
Firman yang senada juga dinyatakan dalam Surah Hūd/11: 85,

وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ۝

Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan. (Alquran, Surah Hūd/11: 85)
Surah al-lsrā’/17: 35 juga berisi perintah kepada manusia untuk menimbang atau menakar dengan adil,

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا۝

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Alquran, Surah al-lsrā/17: 35)
Ayat-ayat di atas, dan banyak lagi ayat-ayat lain seperti Surah al-An‘ām/6: 152 dan asy-Syu‘arā’ /26: 181-182, mengajarkan kejujuran dalam berdagang, khususnya dalam menakar (ukuran volume) dan menimbang (ukuran berat). Kecurangan dalam keduanya adalah kejahatan yang merugikan pihak lain yang berarti perolehan harta dengan cara demikian adalah haram.
Dari perspektif ilmu pengetahuan, perintah Allah untuk menakar dan menimbang secara benar telah terwujud dalam konsep standarisasi dan kalibrasi pada tingkat dunia, meskipun inisiatornya bukanlah ilmuwan muslim. Standar berat 1 kg dan standar panjang 1 m disimpan di Paris sebagai standar internasional (International Standard) Selanjutnya alat ukur berat seperti neraca atau timbangan serta alat ukur panjang dikalibrasi terhadap standar internasional, sedangkan alat takar atau alat ukur volume distandarkan terhadap satuan panjang (meter) karena volume bersatuan m3 atau liter (L).
Masalah standar dan kalibrasi ini amat penting dalam perdagangan dunia. Jual beli beras, kedelai, emas, dan lain-lain didasarkan pada penimbangan atau pengukuran berat, sedangkan perdagangan minyak bumi dan gas alam didasarkan pada pengukuran volume. Di Indonesia standardisasi dan kalibrasi peralatan ukur dilakukan oleh lembaga metrologi, baik yang ada pada Kementerian Perindustrian dan Perdagangan maupun KIM (Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi) LIPI.
Kalibrasi alat-alat timbang di toko dan pasar serta kalibrasi alat ukur volume bahan bakar di pompa-pompa bensin pada hakikatnya adalah upaya menegakkan keadilan dan mencegah kecurangan dalam perdagangan. Dalam perdagangan mineral, minyak, dan gas bumi, upaya mencegah kecurangan menjadi masalah yang lebih rumit karena tidak saja penakaran dan penimbangan yang dilakukan terhadapnya, tapi juga analisis komposisi. Analisis tersebut amat penting karena menentukan tinggi rendahnya harga. Oleh karena itu, dalam analisis juga diperlukan bahan, peralatan, dan metode standar agar hasil analisis dapat diakui kebenarannya.

  • Judi
Harta yang diperoleh dari judi adalah haram, dan disandingkan oleh Alquran dengan keharaman alkohol. Allah bertirman dalam Surah al-Baqarah/ 2: 219,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ۝

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (Alquran, Surah al-Baqarah/2: 219)
Ayat ini telah dibahas terutama dalam kaitannya dengan alcohol. Ayat ini menjelaskan bahwa alkohol dan judisama haramnya. Dalam Surah al-Mā’idah/5: 90-91, judi bahkan tidak hanya disamakan tingkat keharamannya dengan alkohol, tetapi juga dengan berkurban untuk berhala, mengundi nasib, yang semuanya merupakan perbuatan setan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ۝ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ۝

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti? (Alquran, Surah al-Mā’idah/5: 90-91)
Dari kedua ayat Alquran di atas dapat disimpulkan bahwa harta yang diperoleh dari judi adalah haram, demikian pula apabila harta itu dibelanjakan untuk membeli makanan dan minuman.
  • Bisnis Barang dan Jasa Haram
Bisnis barang-barang haram seperti alkohol, ekstasi, dan narkoba menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Pebisnisnya mungkin saja bukan pecandu alkohol atau narkoba, tetapi hasil usahanya itu tetap saja haram. Dalam hal alkohol, pedagangnya termasuk salah satu dari 10 subjek yang dilaknat oleh Rasulullah karena keterlibatannya dalam minuman keras. Seorang pengusaha jasa pelacuran, misalnya, perolehannya haram meskipun ia tidak terlibat pelacuran secara langsung. Penghasilan seorang dokter praktik pada dasarnya adalah halal, tetapi bisa menjadi haram apabila itu ia peroleh dari praktik aborsi yang dilarang.
Masih banyak bisnis produk barang dan jasa yang haram dan harus dihindari karena terkait dengan kemaksiatan atau kejahatan. Rasulullah bersabda,
Daging apa pun yang tumbuh dari (makanan atau minuman) yang haram, maka nerakalah yang paling pantas baginya. (Riwayat al-Baihaqi dari Abū Bakar).